Kabar

100 Hari Kapolres: APPL Usung Keranda, Simbol Kematian Hukum di Pohuwato Akibat PETI

×

100 Hari Kapolres: APPL Usung Keranda, Simbol Kematian Hukum di Pohuwato Akibat PETI

Sebarkan artikel ini
Aswad Lihawa, Mantan Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Pohuwato. (Foto: Dok. Hibata.id)
Aswad Lihawa, Mantan Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Pohuwato. (Foto: Dok. Hibata.id)

Hibata.id – Momentum 100 hari jabatan biasanya menjadi ajang refleksi dan evaluasi. Namun di Kabupaten Pohuwato, Sulawesi, Aliansi Pemuda Peduli Lingkungan (APPL) justru menandainya dengan peringatan duka. Mereka menilai hukum telah mati di wilayah ini.

Sebagai bentuk protes ekstrem, APPL akan mengarak keranda mayat ke Mapolres Pohuwato dan menggelar prosesi tabur bunga – simbol matinya penegakan hukum di tengah menjamurnya aktivitas tambang ilegal.

Scroll untuk baca berita

“Ini bukan aksi teatrikal biasa. Ini bentuk kemarahan rakyat. Keranda itu simbol, bahwa hukum di Pohuwato telah dikubur hidup-hidup,” tegas Juru Bicara APPL, Aswad Lihawa, kepada Hibata.id, Rabu (7/5/2025).

Baca Juga:  Pengumuman Hasil Seleksi Administrasi PPPK Tahap 2 Februari 2025

Aswad menyebut bahwa Polres Pohuwato gagal menjalankan mandat sebagai penjaga hukum. Selama 100 hari kepemimpinan Kapolres yang baru, aktivitas tambang emas ilegal (PETI) justru semakin brutal, merusak lingkungan, dan mengancam keselamatan warga. Namun, tidak ada tindakan berarti dari aparat.

“Kami sudah beri waktu. Tapi hasilnya nihil. Tambang ilegal masih beroperasi, hutan rusak, sungai tercemar, masyarakat jadi korban. Ini kegagalan total,” ujarnya.

Lebih lanjut, APPL menilai bahwa aktivitas PETI yang terus dibiarkan jelas-jelas melanggar undang-undang lingkungan hidup, kehutanan, dan pertambangan. Mereka menyebut aparat justru terlihat lumpuh—atau bahkan diduga turut menikmati keuntungan dari pembiaran tersebut.

Baca Juga:  Demi Bayar Uang Atensi Rp50 Juta, Pelaku Usaha PETI Bulangita ini Terus Beroperasi di Tengah Penertiban

“Kami anggap hukum di Pohuwato sudah mati. Maka kami ‘jemput jenazahnya’. Kami akan makamkan hukum yang sudah tidak bernyawa itu di depan Mapolres. Ini bentuk kritik terakhir sebelum rakyat benar-benar kehilangan kepercayaan,” tegas Aswad.

Aksi simbolis ini direncanakan berlangsung dalam waktu dekat. APPL akan menggelar arak-arakan keranda, tabur bunga, dan doa simbolik di depan Mapolres Pohuwato sebagai pesan moral terhadap tumpulnya penegakan hukum di daerah tersebut.

Aswad juga menyoroti dampak nyata dari pembiaran tambang ilegal: peningkatan kasus penyakit seperti malaria, rusaknya akses air bersih, dan hancurnya bentang alam yang selama ini menjadi penopang kehidupan warga desa.

Baca Juga:  Pejabat Kemenhub Dicopot Usai Viral Video Ngajak YouTuber Korea ke Hotel

“Kalau alasannya anggaran atau personel terbatas, itu hanya dalih. Jangan bawa-bawa efisiensi kalau kejahatan tambang terus dipelihara. Uang rakyat bukan untuk lindungi pelaku kejahatan, tapi untuk memberantasnya,” serunya.

Menutup pernyataannya, APPL menegaskan bahwa ini adalah bentuk perlawanan moral terakhir. Jika aksi ini tidak membuka mata para pengambil kebijakan, maka mereka akan menyerukan aksi lanjutan yang lebih luas dan lebih keras.

“Kami butuh penegak hukum, bukan penonton kejahatan. Jika aparat terus diam, maka rakyat akan bertindak,” pungkasnya.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600