Hibata.id – Gema suara Pasha “Ungu” di Lapangan Taruna Remaja, Selasa malam (15/4), tak hanya membelah langit Kota Gorontalo, tapi juga memantik perdebatan di jagat maya. Konser musik bertabur bintang nasional yang digelar dalam rangka HUT ke-297 Kota Gorontalo itu memicu kritik, terutama dari mereka yang menyebut diri aktivis muda.
Salah satunya Rolan Abdulah. Ia mempertanyakan relevansi konser gratis itu dengan semangat efisiensi anggaran negara yang digaungkan Presiden terpilih Prabowo Subianto. “Tidak relevan,” ujarnya singkat.
Namun Wali Kota Gorontalo, Adhan Dambea, justru menanggapi kritik itu dengan senyum lebar. “Efisiensi sudah kita lakukan,” katanya, tenang. “Tapi bukan berarti rakyat harus kehilangan haknya atas hiburan. Minimal sekali setahun mereka harus bisa menikmati suasana seperti ini, tanpa harus merogoh kocek.”
Adhan seolah mengerti bahwa rakyat juga punya dahaga: bukan hanya soal sembako, tapi juga tawa dan kegembiraan. Dahaga itulah yang coba ia tebus lewat panggung rakyat. Sebuah panggung yang, menurutnya, tak hanya membawa musik, tapi juga menggerakkan ekonomi.
Dan memang, denyut ekonomi terasa hidup malam itu. Dari pedagang kaki lima hingga parkir liar, semua kebagian rezeki. Desi, pedagang camilan yang berjualan tak jauh dari area konser, tersenyum bahagia. “Alhamdulillah, malam ini banyak yang beli. Jauh dari biasanya,” katanya, masih sibuk melayani antrean pembeli.
Konser itu, menurut Pemkot, bukan hanya soal panggung dan cahaya. Tapi strategi memutar kembali roda ekonomi. “Bukan penghamburan anggaran, tapi injeksi ke sektor UMKM,” ujar Hadi Sutrisno, Ketua Tim Komunikasi Wali Kota.
Hadi bahkan menyebut kritik Rolan prematur. “Mengkritik itu sah. Tapi jangan datang hanya dengan opini. Data dan angka itu penting,” sindirnya. Ia menambahkan, bila Rolan mau melihat lebih dekat, akan tampak bagaimana perputaran uang di acara itu mengalir deras: dari makanan kaki lima, jasa parkir, hingga transportasi.
Data lain pun dibuka. Sejak awal tahun, Pemerintah Kota Gorontalo memangkas banyak pos anggaran—terutama perjalanan dinas. “Pak Wali bahkan tidak mau memakai dana perjalanan dinas untuk urusan pribadi. Itu prinsip,” kata Hadi.
Ia juga menyentil balik soal kepedulian sosial. “Kalau soal bantuan ke warga miskin, Bung Rolan sebaiknya cari tahu dulu seberapa besar jiwa sosial Pak Wali,” ujar Hadi, yang juga dikenal sebagai jurnalis senior.
Malam itu, konser bukan hanya panggung bagi artis. Tapi juga panggung politik, ekonomi, dan perdebatan publik. Sebuah pertunjukan yang menggambarkan betapa rumitnya menjadi pemimpin: di satu sisi harus menjaga akuntabilitas anggaran, di sisi lain dituntut memberi ruang untuk rakyat bernapas lega, meski hanya lewat sebuah konser.