Hibata.id – Aktivis Pohuwato, Syahril Razak, melontarkan kritik tajam terhadap pernyataan Ketua DPRD Pohuwato terkait dugaan keterlibatan oknum ASN Sekretariat DPRD dalam aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Ia menilai, pernyataan Ketua DPRD yang terkesan melempar tanggung jawab ke pihak eksekutif mencerminkan sikap lepas tangan dan tidak mencerminkan kepemimpinan yang tegas.
“Oknum itu bagian dari lingkungan DPRD. Kalau begitu logikanya, setiap kali ada ASN DPRD yang melanggar hukum, semuanya dilempar ke eksekutif? Ini bukan sikap tegas, ini kamuflase,” ujar Syahril.
Menurutnya, dugaan keterlibatan oknum ASN tersebut bukan sekadar isu liar. Ia mengungkapkan bahwa yang bersangkutan pernah terlihat marah-marah di hadapan awak media dan pihak perusahaan saat alat berat excavator—yang diduga miliknya—diamankan. Excavator itu ditangkap di dalam wilayah konsesi perusahaan dan rencananya akan diserahkan ke Mapolres Pohuwato sebagai barang bukti.
Syahril mempertanyakan alasan keberadaan alat berat tersebut di lokasi konsesi jika memang tidak digunakan untuk aktivitas pertambangan ilegal. “Kalau memang tidak bekerja, lalu untuk apa alat itu ada di dalam wilayah perusahaan?” ujarnya.
Dalam pernyataannya kepada media, oknum ASN itu justru menuding adanya ketidakadilan, dengan alasan masih banyak alat berat lain di wilayah tersebut yang tidak ditindak. Namun, menurut Syahril, dalih tersebut tidak dapat diterima.
“Yang bersangkutan adalah representasi pemerintah. Ia seharusnya menjadi contoh, bukan justru terlibat langsung dalam praktik ilegal yang merusak. Ini mencoreng nama baik DPRD,” tegasnya.
Syahril juga menyoroti maraknya keterlibatan aparat berseragam dalam aktivitas PETI di Pohuwato, yang menurutnya menjadi salah satu faktor utama sulitnya pemberantasan tambang ilegal.
Ia menilai, lemahnya sikap aparat dan pembiaran oleh para pemangku kepentingan hanya memperparah kerusakan lingkungan yang sudah sangat merugikan masyarakat, terutama para petani.
“Akibat sedimentasi dan pencemaran air, lahan pertanian kerap gagal panen. Irigasi menjadi keruh. Ini sama saja dengan membunuh rakyat sendiri demi kepentingan pribadi dan kelompok,” tegasnya.
Lebih lanjut, Syahril menyebut DPRD terlalu banyak bermain sandiwara dan tidak berani bersikap tegas terhadap oknum-oknum yang terlibat. Ia bahkan mempertanyakan apakah Ketua DPRD memiliki kepentingan tertentu di balik aktivitas PETI sehingga enggan mengambil langkah tegas.
“Padahal DPRD punya wewenang memberikan rekomendasi kepada eksekutif untuk menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran. Tapi pernyataan Ketua DPRD justru terkesan sebagai bentuk pembelaan, bukan penegakan. Di mana ketegasan seorang pemimpin?” pungkas Syahril.













