Lingkungan

Aktivitas PETI Hulawa Berdampak Buruk ke Petani Sawah di Duhiadaa

×

Aktivitas PETI Hulawa Berdampak Buruk ke Petani Sawah di Duhiadaa

Sebarkan artikel ini
Saluran irigasi yang rusak akibat sedimentasi dari PETI Hulawa. (Foto: Defri)
Saluran irigasi yang rusak akibat sedimentasi dari PETI Hulawa. (Foto: Defri)

Hibata.id – Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Desa Hulawa, Kecamatan Buntulia, Kabupaten Pohuwato, telah menimbulkan dampak serius bagi petani sawah di Kecamatan Duhiadaa.

Saluran irigasi yang mengalirkan air ke lahan pertanian mereka kini tercemar oleh sedimentasi, yang berasal dari aliran air yang terkontaminasi. Sedimentasi ini mengarah langsung ke lahan sawah, memengaruhi kualitas tanah, dan mengancam hasil pertanian mereka.

Abdurahman Lukum, Ketua Kelompok Tani Duhiadaa, menjelaskan bahwa sejak alat berat seperti excavator beroperasi di wilayah yang berdekatan dengan saluran irigasi, sawah-sawah mereka terpapar sedimentasi yang mengganggu pertumbuhan padi.

“Sedimentasi yang masuk ke sawah sangat mengkhawatirkan. Ini bukan soal politik, ini soal perut kami. Kami butuh solusi karena hasil pertanian kami terancam,” ujarnya, Selasa (4/2/2025).

Menurut Abdurahman, sedimentasi di saluran sekunder Ampera, yang mengalirkan air ke sawah, semakin memburuk. Para petani kini terpaksa menghadapi potensi gagal panen akibat kualitas tanah yang menurun.

Baca Juga:  Polda Kepri Tangkap Pelaku Penyelundupan Satwa Dilindungi

“Sedimentasi ini dampak langsung dari pertambangan ilegal di Buntulia karena aliran airnya berasal dari sana,” lanjutnya.

Dampak negatif lainnya yang dirasakan petani adalah masalah kesehatan. Beberapa petani mengeluhkan gatal-gatal setelah bekerja di sawah yang terpapar air yang tercemar dengan zat berbahaya seperti solar dan oli.

“Kami merasa gatal-gatal setelah berada di sawah. Airnya tercemar, kami takut ini berbahaya bagi kesehatan,” keluh Abdurahman.

Kondisi ini membuat petani semakin cemas. Mereka meminta perhatian dari pemerintah untuk segera mencari solusi. “Kami tahu pemerintah terjebak dalam dilema dengan para penambang lokal di Pohuwato,” ujar Abdurahman.

“Namun kami juga meminta pemerintah memikirkan nasib kami. Sawah kami sudah tercemar, dan kami khawatir tidak bisa menanam padi lagi,” sambungnya.

Meski mereka telah berusaha melakukan pengerukan sedimentasi di saluran irigasi, petani merasa kesulitan untuk mengatasi masalah ini.

Baca Juga:  Peringati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Simpul Walhi Gorontalo Serukan Moratorium Industri Ekstraktif

“Sedimentasi yang sudah masuk ke sawah tidak bisa dikeluarkan begitu saja. Ini bukan hanya terjadi pada satu lahan, tapi banyak lahan yang terkena dampaknya,” ungkapnya.

Para petani mendesak pemerintah untuk segera bertindak agar mereka bisa kembali bertani dengan aman. Merek juga meminta aparat penegak hukum (APH) segera menindak tegas para pelaku PETI di Hulawa yang gunakan alat berat.

“Kami butuh solusi segera. Kalau seperti ini terus, kami tidak bisa menanam padi lagi,” tegasnya.

Menurutnya, jika pertambangan dilakukan secara manual, dampaknya tidak sebesar yang terjadi saat ini. Alat berat yang digunakan dalam aktivitas PETI telah merusak saluran irigasi mereka yang membuat tanaman padi silut tumbuh, bahkan tak bisa ditanam.

“Para petani sawah menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian. Jika kami tidak bisa menanam padi, sumber mata pencaharian kami akan hilang,” ucapnya.

Baca Juga:  Seruan WALHI Gorontalo, Wujudkan Reforma Agraria di Momentum HTN

“Pertambangan ini tidak melibatkan sepenuhnya warga lokal, namun dampaknya sangat besar bagi kami,” sambunghya.

Abdurahman menegaskan bahwa jika aktivitas PETI yang melibatkan alat berat terus dibiarkan, itu akan berpotensi merusak perekonomian lokal, terutama bagi petani yang mengandalkan lahan sawah sebagai satu-satunya sumber pendapatan.

“Jika ini terus dibiarkan, sama saja dengan pemerintah membiarkan masyarakatnya sendiri hancur. Kami hanya ingin bisa bertani dengan tenang, tanpa adanya gangguan dari kegiatan pertambangan ilegal ini,” katanya.

Petani juga menyayangkan kurangnya perhatian terhadap dampak jangka panjang yang ditimbulkan oleh pertambangan ilegal, yang tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga mengancam ketahanan pangan lokal.

“Dua kecamatan Buntulia dan Duhiadaa banyak petani sawah. Kalau di biarkan terus beraktivitas pertambangan tanpa izin ini maka sama saja pemerintah membunuh masyarakatnya sendiri,” pungkasnya.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600