Hibata.id – Warga Desa Tolau, Kecamatan Paleleh, Kabupaten Buol kembali mempertanyakan komitmen aparat kepolisian terkait penanganan alat berat yang hingga kini masih terparkir di wilayah mereka.
Pasalnya, alat berat berjenis Ekskavator itu diduga akan digunakan dalam wilayah pertambangan rakyat, salah satu titik sumber penghidupan warga. Keberadaan alat berat itu juga dinilai telah memicu konflik laten antar warga.
Meski sebelumnya Kapolsek Paleleh, Iptu Ridwan, telah menyatakan bahwa alat berat tersebut akan dipindahkan pada Selasa (6/5/2025), kenyataannya hingga Kamis (8/5/2025), ekskavator tersebut masih berada di lokasi.
Situasi ini memicu kekecewaan sekaligus kemarahan dari warga setempat, yang menganggap pernyataan Kapolsek hanya sebatas janji kosong. Mereka menganggap, pertanyaan tersebut hanya untuk meredam kemarahan warga.
“Jelas-jelas beliau bilang alat itu dipindahkan hari Selasa. Tapi buktinya sampai sekarang masih di situ. Apakah ini bukan kebohongan?” kata Sahril Senen, salah satu tokoh masyarakat Desa Tolau, kepada Hibata.id.
Warga semakin gusar karena alat berat itu tidak hanya mengganggu akses jalan kantong produksi yang dibangun secara swadaya, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran akan potensi konflik dan kerusakan lingkungan.
Menurut Sahril, jalan yang saat ini dilalui dan ditempati alat berat merupakan satu-satunya jalur bagi warga menuju kebun dan lokasi pertambangan rakyat. “Kami harus mencari jalan lain. Jalur utama terblokir alat berat. Ini sudah sangat meresahkan,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kapolsek Paleleh Iptu Ridwan menyampaikan bahwa alat berat akan dipindahkan setelah kedatangan truk tronton. Ia mengklaim pihaknya sudah berkoordinasi dengan pemilik alat dan telah mengingatkan agar tidak menggunakannya untuk aktivitas ilegal.
Namun, pernyataan tersebut kini dipertanyakan keabsahannya, mengingat tidak ada progres nyata di lapangan. “Kami tidak melihat adanya truk tronton yang datang, tidak ada tanda-tanda pemindahan. Jadi sebenarnya apa yang dikoordinasikan itu?” tambah Sahril
Warga mendesak agar pihak kepolisian bertindak lebih tegas dan transparan. Mereka juga menolak keras keberadaan alat berat tersebut karena dianggap bisa memicu kerusakan lingkungan, terutama di kawasan hulu sungai yang mengaliri Desa Dopalak.
“Kalau sungai rusak, air bersih ikut terancam. Ini bukan hanya soal alat berat, tapi soal keberlangsungan hidup warga dua desa,” tegas Sahril.
Warga kini mulai mempertanyakan integritas aparat, serta menuntut pertanggungjawaban atas lambannya penanganan yang berpotensi menimbulkan konflik horizontal di kemudian hari.
Hibata.id menghubungi Kapolsek Paleleh Iptu Ridwan untuk memintai tanggapannya lagi soal masalah tersebut. Namun, jawabannya tak jauh berbeda dengan jawaban sebelumnya.
“Info kemarin, operatornya masih di perjalanan menuju Paleleh,” katanya dengan singkat.