Hibata.id – Rencana penggunaan alat berat di lokasi pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Desa Tolau, Kecamatan Paleleh, Kabupaten Buol, terus menuai protes. Ironisnya, Kepolisian Sektor (Polsek) Paleleh justru dinilai abai terhadap persoalan yang dianggap sangat meresahkan masyarakat tersebut.
Sahril Senin, warga Desa Tolau, mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap Polsek Paleleh yang terkesan menutup mata. Menurutnya, aparat penegak hukum (APH) seharusnya bertindak tegas, bukan membiarkan persoalan ini berlarut-larut hingga masyarakat harus turun tangan sendiri.
“Penegak hukum harus mengambil tindakan tegas. Jangan menunggu masyarakat yang bergerak melakukan protes. Undang-undang sudah jelas mengatur, jadi sudah seharusnya polisi turun tangan,” ujar Sahril kepada Hibata.id, Sabtu (26/4/2025).
Ia menekankan bahwa penggunaan alat berat di wilayah pertambangan ilegal merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Minerba (Mineral dan Batubara).
Dalam Pasal 158 UU tersebut, dijelaskan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin dapat dikenai sanksi pidana hingga lima tahun penjara dan denda maksimal Rp100 miliar.
“Regulasinya sangat jelas. Mestinya Polsek Paleleh menggunakan dasar hukum itu untuk bertindak, bukan malah menunggu laporan masyarakat. Ini bukan masalah kecil,” tegasnya.
Menurut Sahril, respons dari aparat kepolisian sejauh ini terlalu normatif dan terkesan diplomatis. Ia menilai tidak ada langkah konkret dari pihak kepolisian untuk menghentikan aktivitas ilegal yang berpotensi merusak lingkungan.
“Penggunaan alat berat tanpa izin jelas-jelas bisa merusak lingkungan, tapi polisi seolah membiarkan. Ini sangat mengecewakan,” pungkasnya.