Lingkungan

Alih-alih Hilirisasi Manfaat PETI Program Yosar, Kini Warga Pohuwato Panen Banjir

×

Alih-alih Hilirisasi Manfaat PETI Program Yosar, Kini Warga Pohuwato Panen Banjir

Sebarkan artikel ini
Salah satu wilayah yang terendam banjir di Pohuwato yang berdekatan dengan pertambangan emas tanpa izin (PETI). (Foto: Dinas Sosial Kabupaten Gorontalo)
Salah satu wilayah yang terendam banjir di Pohuwato yang berdekatan dengan pertambangan emas tanpa izin (PETI). (Foto: Dinas Sosial Kabupaten Gorontalo)

Hibata.id – Rupanya, program hilirisasi manfaat yang digagas Yosar Ruiba Monoarfa alias Oca yang diduga merupakan koordinator pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Pohuwato kini telah menimbulkan dampak yang cukup dirasakan oleh masyarakat setempat yang ada sekitar lokasi tambang ilegal.

Namun, dampak yang dirasakan tidaklah seperti yang dijanjikan—bukan bantuan sembako atau program sosial seperti yang sering digembar-gemborkan oleh Yosar melalui media yang mendukungnya. Sebaliknya, hilirisasi yang kini dirasakan masyarakat adalah bencana banjir dan lumpur.

Di Kecamatan Patilanggio, yang merupakan salah satu lokasi PETI yang diduga dikelola oleh Yosar, banjir rendam tiga desa akibat meluapnya Sungai Randangan. Di Patilanggio, setidaknya ada sekitar 250 hektar lahan pertanian, termasuk kebun jagung yang belum sempat dipanen, terendam air.

“Total ada sekitar 250 hektar lahan pertanian yang terendam banjir, termasuk kebun jagung yang belum sempat dipanen,” kata Camat Patilanggio, Bani Imran Kaluku, seperti dikutip dari media olandonews.

Tidak hanya di Patilanggio, warga Desa Bulangita, Kecamatan Marisa, juga merasakan dampak dari program hilirisasi yang lebih mirip bencana ini. Sejak aktivitas pertambangan ilegal menggunakan excavator, masyarakat setempat mulai mencurigai adanya perubahan signifikan pada kondisi lingkungan yang memicu bencana.

Warga desa menduga bahwa perubahan struktur tanah dan tertutupnya jalur aliran air alami akibat penggalian tanah oleh alat berat menjadi faktor utama yang menyebabkan meluapnya air ke pemukiman.

Pida, seorang warga desa, mengungkapkan bahwa sebelumnya, banjir tidak pernah menjadi masalah utama bagi mereka. Meski hujan deras turun, air selalu mengalir dengan lancar melalui saluran alami. Namun, sejak alat berat masuk ke area tambang, banjir kerap melanda.

Baca Juga:  Liput Aktivitas PETI Pohuwato, Jurnalis Hibata.id Diteror Serangan Digital

“Dulu, air selalu mengalir melalui jalurnya. Tapi sejak adanya galian tanah, air malah terjebak dan meluap ke pemukiman. Bahkan, air bisa masuk ke dalam rumah,” ujar Pida kepada Hibata.id, Sabtu (8/3/2025).

Ahmad, salah seorang warga Marisa yang berprofesi sebagai buruh lepas, mengungkapkan kekesalannya terhadap kondisi ini. Ia menilai bahwa bencana banjir sering terjadi di wilayah-wilayah yang terdapat aktivitas pertambangan ilegal.

Ahmad berharap Yosar Monorfa yang diduga sebagai pengelola lokasi pertambangan ilegal di Kabupaten Pohuwato tidak hanya melihat persoalan lingkungan dari satu sisi saja, tetapi juga menyeluruh, mengingat dampak buruk yang ditimbulkan.

“Yosar harus melihat persoalan lingkungan bukan hanya dari satu sudut pandang, yakni hanya melihat dari sisi penambangan ilegal menggunakan alat berat yang merusak lingkungan,” ucapnya.

“Tidak semua masyarakat yang terdampak bencana adalah penambang. Pertambangan ilegal ini sudah sangat merusak lingkungan dan menyebabkan bencana,” ujarnya dengan nada tegas,” sambungnya.

Dengan adanya fenomena ini, masyarakat berharap agar pemerintah segera turun tangan untuk mengatasi kerusakan lingkungan yang semakin parah, serta menindak tegas pelaku PETI yang semakin tak terkendali. Program hilirisasi yang semula dijanjikan sebagai solusi ekonomi kini justru berubah menjadi ancaman serius.

Baca Juga:  Kondisi Danau Limboto Gorontalo Tercemar Sampah Plastik

Sebelumnya, Aktivitas PETI yang marak di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo diduga memiliki jaringan yang terorganisir, bahkan melibatkan pihak-pihak tertentu yang diduga berperan sebagai bekingan dari lembaga negara di Gorontalo.

Salah satu nama yang mencuat dalam kaitan ini adalah Yosar Ruiba Monoarfa, yang lebih dikenal dengan nama Oca. Namanya mencuat setelah akun TikTok dengan nama pengguna susupo_gorontalo mengunggah sebuah diagram konsorsium PETI yang beroperasi di Pohuwato.

Dalam diagram konsorsium, Oca yang merupakan warga Pohuwato yang disebut-sebut berperan sebagai koordinator lapangan untuk aktivitas PETI yang berlangsung di Kecamatan Paguat, Marisa, Patilanggio, Taluditi, dan Popayato Barat.

Dalam diagram tersebut, Oca diduga terlibat dalam pengumpulan uang yang disebut sebagai “atensi” atau uang keamanan dari para pelaku pertambangan yang menggunakan alat berat di lima kecamatan tersebut.

Kasus ini sebenarnya pernah ditulis Hibata.id pada awal Februari lalu. Adapun uang keamanan yang harus disetor oleh setiap pemilik alat berat mencapai Rp 50 juta. Oca diduga sebagai pihak yang mengumpulkan dana tersebut.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, Oca juga diduga memiliki kaki tangan di lima kecamatan itu untuk mengumpulkan uang yang bisa disebut “Upeti” tersebut. Bahkan, ada oknum ASN bertugas di Dinas Perhubungan yang disinyalir jadi kaki tangan Oca.

Keberadaan Oca dalam konsorsium PETI ini semakin mempertegas dugaan adanya alur distribusi yang melibatkan pihak-pihak berpengaruh, sehingga memperkuat praktek pertambangan ilegal yang sudah berlangsung lama di wilayah tersebut.

Baca Juga:  Miris!, Ada Oknum TKSK Diduga Terlibat di PETI Balayo

Menanggapi itu, Yosar Ruiba Monoarfa alias Oca menjelaskan dirinya memiliki program hilirisasi manfaat di sejumlah lokasi PETI yang digagasnya sejak 2024. Hilirisasi manfaat ini, kata Oca, berupa tanggung jawab non formal oleh rakyat yang berprofesi sebagai pelaku usaha tambang untuk masyarakat lingkar tambang.

Sederhananya, dirinya mengaku pengumpulan dana dari para penambang yang diperuntuhkan untuk bantuan sembako atau program sosial untuk masyarakat lingkar tambang. Dana dari pelaku usaha rakyat penambang itulah yang, kata dia, sering kali disalahpahami sebagai upeti, pungli, atau hal-hal yang tidak jelas.

“Sebab, saya tegaskan lagi, pengumpulan dana tertentu dari para pelaku usaha tambang rakyat memang ada, namun peruntukannya murni untuk kegiatan sosial masyarakat di hilir, yang diserahkan baik dengan atau tanpa menggunakan proposal kegiatan tertentu,” kata Yosar kepada Hibata.id akhir Februari lalu.

Ia menambahkan, bantuan sembako atau program sosial kerapa disalurkan setiap hari jumat kepada masyarakat yang membutuhkan. Secara eksplisit, katanya, selama ini tidak ada pengumpulan dana gotong-royong yang bersifat terpaksa, baik dalam hal waktu maupun jumlah.

“Yang ada adalah penyadaran paksa dan pembinaan kepada mereka bahwa setiap masyarakat yang menambang di hulu seharusnya menyisihkan sebagian hasil penambangannya untuk urusan sosial dan lingkungan sampai IPR sudah resmi ada,” ucapnya.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600