Hibata.id – Belakangan ini, pemberitaan mengenai kegiatan pertambangan emas ilegal di wilayah Bulangita, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, memicu polemik di kalangan masyarakat. Banyak pihak, termasuk aktivis, menilai bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum yang harus segera ditangani.
Syahril Razak, Koordinator Aliansi Masyarakat Melawan (AMM) mengaku geram dengan kondisi ini. Ia bilang, meskipun beberapa pihak berusaha berdalih bahwa lahan yang digunakan untuk kegiatan pertambangan tersebut adalah milik pribadi, hal itu tidak membenarkan pelanggaran hukum.
“Perlu ditegaskan bahwa di Indonesia, semua pertambangan, tanpa terkecuali, harus memiliki izin resmi dari pemerintah. Tanpa izin yang jelas, kegiatan tersebut dikategorikan sebagai pertambangan ilegal, meskipun tanah yang digunakan adalah milik pribadi,” ujar Syahril.
Lebih lanjut, Syahril menjelaskan bahwa Undang-Undang yang berlaku di Indonesia secara tegas mengatur bahwa setiap kegiatan pertambangan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan, termasuk izin usaha pertambangan dan izin lingkungan. Hal ini bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup serta keselamatan kerja di lokasi pertambangan.
Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, atau UU Minerba, menjadi landasan hukum yang mengatur kegiatan pertambangan di Indonesia. Berdasarkan undang-undang ini, setiap aktivitas pertambangan harus dilaksanakan dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sah.
“Tanpa izin tersebut, segala bentuk kegiatan pertambangan dianggap ilegal dan melanggar hukum, meskipun tanah yang digunakan adalah milik pribadi,” tambah Syahril.
Terkait dengan pemberitaan yang mengungkapkan salah satu pelaku usaha pertambangan ilegal di wilayah Bulangita, Syahril menegaskan bahwa masalah ini tidak hanya terjadi di Bulangita, tetapi juga di wilayah Popayato, yang sudah menyebabkan krisis air bersih.
Menurutnya, isu ini harus segera diseriusi oleh semua pihak terkait, termasuk aparat penegak hukum (APH), yang harus bertindak tegas untuk menindak para pelaku usaha pertambangan ilegal. Ia mengaku siap membayar atau mengongkos polisi untuk memproses hukum pelaku PETI di Pohuwato.
“APH harus segera turun tangan, melakukan penyelidikan mendalam, dan menindak tegas setiap pelaku usaha pertambangan yang beroperasi tanpa izin. Keberadaan dan potensi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh pertambangan ilegal ini dapat berdampak sangat besar bagi masyarakat dan alam sekitar,” ujar Syahril.
Syahril juga mengingatkan bahwa jika aparat penegak hukum tidak mampu atau tidak segera bertindak, AMM bersama pihak-pihak lain yang memiliki kepedulian yang sama akan turun tangan. Mereka berkomitmen untuk melakukan tindakan tegas, termasuk menertibkan alat-alat berat seperti excavator yang digunakan dalam kegiatan pertambangan ilegal tersebut.
“Alat-alat berat ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga memperburuk kondisi di Kabupaten Pohuwato, yang saat ini tengah menghadapi dampak kerusakan lingkungan yang semakin parah,” lanjutnya.
Sebagai bagian dari komitmen untuk menjaga kelestarian alam dan menegakkan hukum, Syahril juga menyatakan bahwa pihaknya akan membawa peralatan yang digunakan dalam pertambangan ilegal tersebut ke Mapolres Pohuwato untuk diproses lebih lanjut.
“Kami berharap pihak berwenang dapat segera mengambil tindakan yang diperlukan agar praktik pertambangan ilegal ini dapat dihentikan dan tidak semakin meluas,” tambahnya.
Syahril mengimbau agar seluruh pihak terkait, baik pemerintah daerah, APH, maupun masyarakat, untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam dan memastikan bahwa setiap kegiatan pertambangan di wilayah Bulangita maupun di seluruh Pohuwato dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Hanya dengan cara ini kita dapat melindungi lingkungan hidup dan memastikan bahwa pembangunan ekonomi yang dilakukan dapat berjalan secara berkelanjutan,” tutupnya













