Scroll untuk baca berita
Hukum

Baharuddin Lopa, Jaksa Agung yang Ditakuti Koruptor karena Integritasnya

Avatar of Hibata.id✅
×

Baharuddin Lopa, Jaksa Agung yang Ditakuti Koruptor karena Integritasnya

Sebarkan artikel ini
Baharuddin Lopa/Hibata.id
Baharuddin Lopa/Hibata.id

Dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia, nama Baharuddin Lopa tercatat sebagai salah satu jaksa agung paling disegani.

Ketegasan, kejujuran, dan keberaniannya menegakkan hukum membuatnya dikenal sebagai “musuh para koruptor” di masa Orde Baru dan awal reformasi.

Selama beberapa tahun terakhir, Kejaksaan Agung berhasil mengungkap sejumlah kasus korupsi besar. Namun, jauh sebelum itu, lembaga ini telah memiliki figur legendaris yang menjadi simbol integritas: Baharuddin Lopa, Jaksa Agung ke-17 Republik Indonesia.

Musuh Para Koruptor

Lopa memulai kariernya sebagai jaksa pada 1958 di Kejaksaan Negeri Kelas I Makassar. Sejak awal, ia dikenal sebagai penegak hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi dan penyelundupan. Baginya, hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu.

Perjalanan kariernya membawanya ke berbagai daerah, termasuk Aceh, tempat ia mengungkap kasus penyelundupan kayu dan beras yang merugikan negara miliaran rupiah. Menurut arsip Kompas (17 April 1983), Lopa sempat dipindahkan karena sikap tegasnya terhadap pejabat daerah. Namun, ia tetap berpegang pada prinsip: bekerja demi rakyat dan keadilan.

Baca Juga:  KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Milik Tersangka Erik Adtrada Ritonga

“Nasib saya di tangan Tuhan. Yang penting kebenaran harus ditegakkan,” kata Lopa kepada Kompas dalam wawancara tahun 1983.

Keberaniannya membuat banyak koruptor gentar. Ia beberapa kali menerima ancaman pembunuhan, tetapi tidak pernah mundur dari tugasnya.

Diangkat Jadi Jaksa Agung

Pada Juni 2001, di tengah gelombang reformasi, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menunjuk Lopa sebagai Jaksa Agung. Ia menggantikan Marzuki Darusman yang sebelumnya menjabat.

Dalam waktu singkat, Lopa langsung menangani sejumlah kasus besar yang melibatkan pengusaha dan pejabat tinggi negara. Suara Pembaruan (4 Juli 2001) mencatat, sejak hari pertama bekerja, meja kerjanya dipenuhi berkas perkara korupsi yang menumpuk.

“Terlalu banyak orang ketakutan jika saya diangkat menjadi Jaksa Agung,” tulisnya dalam buku Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum (2001).

Baca Juga:  Pelaku PETI Balayo Diduga Diperas Rp50 Juta Per Alat, Kapolres Pohuwato Tutup Mata

Namun, masa tugasnya sangat singkat. Pada 2 Juli 2001, saat bertugas sebagai Duta Besar RI dan menunaikan umrah, Lopa mendadak jatuh sakit. Sehari kemudian, 3 Juli 2001, ia wafat di usia 66 tahun. Dokter menyatakan penyebab kematian adalah serangan jantung akibat kelelahan kerja.

Jaksa yang Hidup Sederhana

Selain dikenal karena ketegasan, Baharuddin Lopa juga dikenang karena kesederhanaannya. Ia hidup tanpa kemewahan, baik di Makassar maupun di Jakarta. Rumahnya sederhana, tanpa perabot mahal, dan kendaraan pribadinya hanya satu: Toyota Kijang.

Ia melarang keluarga menggunakan mobil dinas untuk keperluan pribadi. Bahkan, pernah membeli hadiah ulang tahun cucunya seharga Rp7.500, sebagaimana dikisahkan dalam buku Mata Batin Gus Dur (2017).

“Kasirnya sampai heran karena hanya Pak Lopa yang membelikan hadiah semurah itu,” tulis buku tersebut.

Mantan Jaksa Agung Ali Said pernah menyebut, “Lopa memang miskin, tapi ia jujur dan tidak mau mengambil apa yang bukan haknya,” (Kompas, 1983).

Baca Juga:  Diduga Peras Pelaku PETI Rp 45 Juta, Propam Polda Sulteng Akan Periksa Kapolsek Paleleh?

Kesederhanaan dan kejujurannya membuat masyarakat luas menaruh hormat. Saat kabar wafatnya tersebar, banyak tokoh bangsa, termasuk Presiden Abdurrahman Wahid, menyampaikan duka mendalam. Banyak yang menilai, Lopa seharusnya menjabat lebih lama, karena Indonesia membutuhkan sosok jaksa berintegritas seperti dirinya.

Warisan Integritas

Hingga kini, nama Baharuddin Lopa tetap menjadi simbol integritas dan ketegasan di tubuh Kejaksaan Agung. Sikapnya yang tak gentar melawan korupsi menjadi inspirasi bagi generasi penegak hukum berikutnya.

Kisahnya membuktikan, keberanian, kejujuran, dan kerja keras adalah modal utama dalam menegakkan hukum di negeri ini — nilai yang tetap relevan dalam upaya memberantas korupsi di Indonesia tahun 2025 dan seterusnya.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel