Hibata.id – Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Alumni Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjajaran (UNPAD), Bambang Soesatyo, menyoroti tantangan kompleks yang dihadapi Indonesia sebagai negara kepulauan dengan keragaman budaya, etnis, dan agama.
Anggota Komisi III DPR RI sekaligus dosen tetap Pascasarjana Universitas Pertahanan (UNHAN) itu menegaskan pentingnya pendekatan damai dalam menyelesaikan konflik sosial dan politik.
“Sebagai bangsa yang kaya keragaman, Indonesia menghadapi risiko konflik etnis, agama, radikalisme, dan ekstremisme. Pendekatan damai dalam resolusi konflik adalah kunci untuk membangun hubungan sosial yang harmonis,” kata Bambang dalam kuliah daring bertajuk Politik Indonesia dan Tantangannya Dalam Perspektif Damai Resolusi Konflik, yang diselenggarakan Pascasarjana Program Studi Damai dan Resolusi Konflik, Fakultas Keamanan Nasional, Universitas Pertahanan, Jumat (29/11/2024).
Dialog untuk Perdamaian
Bambang yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar mencontohkan suksesnya dialog damai antara pemerintah dengan kelompok masyarakat sipil di daerah-daerah konflik seperti Papua dan Aceh.
Menurutnya, dialog ini tak hanya meredakan ketegangan sosial tetapi juga menciptakan pemahaman dan saling menghormati.
“Proses damai di Aceh melalui MoU Helsinki tahun 2005 adalah contoh nyata keberhasilan resolusi konflik damai. Pendekatan inklusif yang melibatkan dialog, pembangunan ekonomi, dan pendidikan membawa stabilitas di Aceh,” ujarnya.
Bambang juga menyoroti peran Komnas HAM dalam mediasi konflik pasca-damai di Aceh. “Program mediasi Komnas HAM berhasil mengurangi potensi bentrokan hingga 80 persen. Forum komunikasi inklusif yang melibatkan mantan kombatan dan masyarakat sipil menjadi kunci utama,” tambahnya.
Tantangan Politik Identitas
Selain konflik bersenjata, Bambang menggarisbawahi bahaya politik identitas yang memecah belah masyarakat. Ia menyoroti Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 sebagai contoh nyata polarisasi akibat isu agama dan etnis.
“Politik identitas menghasilkan konflik horizontal yang merugikan keutuhan bangsa. Ke depan, pemerintah dan masyarakat harus memperkuat ruang dialog serta rekonsiliasi,” tegasnya.
Ia juga mendorong integrasi nilai-nilai toleransi dalam kurikulum pendidikan sebagai langkah preventif. “Hasil penelitian LSI menunjukkan generasi muda yang mendapatkan pendidikan toleransi lebih cenderung terlibat dalam aktivitas sosial yang inklusif dan damai,” ujar Ketua MPR RI ke-16 itu.
Bambang menekankan pentingnya kolaborasi seluruh elemen bangsa dalam menghadapi tantangan politik dan sosial di tengah dinamika global.
“Harmoni hanya dapat tercapai melalui komitmen bersama untuk menciptakan Indonesia yang damai dan inklusif,” pungkasnya.