Politik

Bamsoet: Penghapusan Presidential Threshold Berdampak pada Politik Indonesia

×

Bamsoet: Penghapusan Presidential Threshold Berdampak pada Politik Indonesia

Sebarkan artikel ini
Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo/Hibata.id
Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo/Hibata.id

Hibata.id – Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo, mengingatkan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024 mengenai penghapusan presidential threshold membawa implikasi besar bagi dinamika politik nasional. Keputusan tersebut membuka peluang lebih luas bagi partai politik untuk mengajukan pasangan calon presiden dalam kontestasi Pemilu.

“Di satu sisi, keputusan ini memberikan ruang partisipasi lebih besar bagi partai politik. Namun, di sisi lain, bertambahnya jumlah pasangan calon presiden berpotensi menimbulkan fragmentasi politik, polarisasi, biaya politik tinggi, hingga munculnya calon dengan kualitas rendah,” ujar Bamsoet di Jakarta, Kamis (9/12/2024).

Risiko Fragmentasi dan Polarisasi Politik

Bamsoet menjelaskan, penghapusan ambang batas presiden dapat memunculkan risiko fragmentasi politik yang lebih besar. Dengan jumlah pasangan calon yang meningkat, partai politik cenderung bersaing untuk mengajukan kandidat tanpa memperhatikan kualitas dan visi strategis. Hal ini, menurutnya, berpotensi menciptakan polarisasi di masyarakat.

Baca Juga:  Mengapa Warga Bone Bolango Harus Memilih Ismet-Risman?

“Indonesia adalah negara yang kaya akan keberagaman. Namun, keberagaman ini juga rentan terhadap perpecahan jika tidak dikelola dengan baik. Polarisasi antarpendukung calon presiden dapat memperburuk kohesi sosial,” katanya.

Berdasarkan survei LSI pada 2023, sebanyak 42 persen responden merasa politik Indonesia semakin terpecah menjadi dua kubu yang saling berlawanan. Dengan lebih banyak pasangan calon, kecenderungan polarisasi ini dapat meningkat lebih jauh.

Tantangan Peningkatan Jumlah Kandidat

Sebelum dianulir MK, aturan presidential threshold mensyaratkan partai politik atau gabungan partai politik memiliki 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara nasional untuk mencalonkan presiden. Dengan penghapusan syarat ini, delapan partai politik yang memiliki kursi di DPR dan sepuluh partai non-parlemen diperkirakan akan mengajukan pasangan calon presiden pada Pemilu 2029.

“Jumlah pasangan calon presiden kemungkinan meningkat dari tiga pada Pilpres 2024 menjadi empat atau enam pasangan di Pilpres mendatang,” ungkap Bamsoet. Namun, peningkatan jumlah ini tidak selalu menjadi tanda positif bagi demokrasi.

Baca Juga:  Relawan Gerak 08 Usulkan Semua Elemen TKN Prabowo-Gibran Masuk GSN

“Banyaknya calon justru dapat memperbesar risiko munculnya kandidat dengan pengalaman politik minim dan visi-misi sempit, seperti yang terjadi di Brasil pada Pemilu 2018 dengan 13 kandidat,” tambahnya.

Pentingnya Edukasi Pemilih dan Standar Kualitas Kandidat

Bamsoet menekankan perlunya strategi untuk menjaga kualitas calon presiden. Edukasi politik kepada masyarakat menjadi kunci agar pemilih dapat memilih berdasarkan kualitas, bukan popularitas semata.

“Masyarakat harus didorong untuk memilih calon yang memiliki visi inklusif dan agenda strategis yang luas, bukan sekadar berdasarkan citra,” ujarnya. Selain itu, partai politik perlu meningkatkan kapasitas mereka dalam menyeleksi kader berkualitas melalui pelatihan dan pembinaan.

Dampak Biaya Politik yang Tinggi

Ia juga menyoroti potensi lonjakan biaya politik akibat banyaknya pasangan calon. Biaya kampanye yang membengkak, logistik pemilu yang kompleks, serta kemungkinan politik uang menjadi tantangan besar.

Baca Juga:  Meski Diguyur Hujan, Massa di Kampanye IRIS Membludak

“Dengan banyaknya calon presiden, hampir pasti Pilpres akan berlangsung lebih dari satu putaran, yang berarti beban biaya tambahan bagi pemerintah,” jelas Ketua MPR RI ke-15 tersebut.

Langkah Strategis untuk Meminimalkan Dampak Negatif

Menurut Bamsoet, pemerintah bersama DPR perlu memperkuat regulasi Pemilu untuk menciptakan standar kualitas bagi calon presiden dan memastikan transparansi dana kampanye.

“Standar koalisi minimal dan maksimal untuk partai politik pengusul pasangan calon bisa menjadi salah satu solusi, agar tidak terjadi dominasi maupun fragmentasi yang berlebihan,” sarannya.

Ia menambahkan, peningkatan kapasitas partai politik dalam mendidik kadernya tentang pentingnya integritas dan kualitas kepemimpinan sangat diperlukan.

“Pelatihan dan pembinaan kader harus menjadi prioritas untuk menciptakan pemimpin yang mampu membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik,” pungkas Bamsoet. ***

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600