Scroll untuk baca berita
Hukum

Baru Keluar Penjara, Dilaporkan Lagi, Petani Buol ini Lapor Balik Pengurus Koperasi dan PT HIP

×

Baru Keluar Penjara, Dilaporkan Lagi, Petani Buol ini Lapor Balik Pengurus Koperasi dan PT HIP

Sebarkan artikel ini
Sarjodin, seorang petani asal Desa Manila, Kecamatan Tiloan, Kabupaten Buol ketika melaporkan balik PT HIP dan pengurus koperasi atas tuduhan penyerobotan lahan miliknya yang digunakan untuk pembangunan kebun kemitraan. (Foto: FPPB)
Sarjodin, seorang petani asal Desa Manila, Kecamatan Tiloan, Kabupaten Buol ketika melaporkan balik PT HIP dan pengurus koperasi atas tuduhan penyerobotan lahan miliknya yang digunakan untuk pembangunan kebun kemitraan. (Foto: FPPB)

Hibata.id – Belum lama menghirup udara segar pasca keluar dari penjara, Sarjodin, seorang petani asal Desa Manila, Kecamatan Tiloan, Kabupaten Buol justru kembali dilaporkan lagi oleh pengurus Koperasi Awal Baru dan PT. Hardaya Inti Plantations (HIP) dengan tuduhan pendudukan lahan.

Geram dengan apa yang dialaminya, Sarjodin melaporkan balik PT HIP dan pengurus koperasi atas tuduhan penyerobotan lahan miliknya yang digunakan untuk pembangunan kebun kemitraan. Laporan tersebut diajukan di Polres Buol pada Kamis, (20/3/2025) kemarin.

Scroll untuk baca berita

Sarjodin mengaku awalnya ragu untuk melapor ke Kepolisian karena khawatir laporan tersebut tidak akan diproses. Keraguan tersebut bukan tanpa alasan, sebab setidaknya ada tujuh laporan dari rekan-rekan seperjuangannya di Polres Buol yang telah hampir setahun tidak diproses.

Bahkan, salah satu laporan pada tahun 2021, yang sudah menetapkan tersangka, tetapi tiba-tiba dihentikan tanpa pemberitahuan apapun dari pihak kepolisian. Meski demikian, Sarjodin merasa perlu untuk membuat laporan balik untuk menuntut hak atas tanahnya.

Dalam laporannya, Sarjodin menggugat dugaan penyerobotan tanah yang dilakukan oleh pengurus Koperasi Awal Baru bersama PT. HIP dan PT. Usaha Kelola Mandiri Investasi (UKMI). Tanah yang menjadi objek sengketa tersebut telah dimitrakan untuk pembangunan kebun sawit.

Sarjodin menjelaskan, laporan balik yang dilayangkannya itu sebagai upaya menuntut keadilan dan menguji apakah polisi benar-benar adil dan tidak memihak. Pasalnya, setiap laporan dari perusahaan selalu cepat diproses, sementara laporan petani tidak pernah ada tindak lanjut.

Baca Juga:  Diduga Terlibat PETI Balayo, TKSK Patilaggio Buka Suara

“Saya dilaporkan lagi pada 10 Maret dan sudah dipanggil pada 18 Maret, hanya butuh satu minggu untuk memproses laporan perusahaan. Sementara laporan petani sudah setahun tak diproses,” ungkapnya.

Sarjodin menegaskan bahwa laporan yang dilayangkan kali ini memiliki dasar yang jelas. Lahan yang diperjuangkannya memiliki sertifikat Hak Milik (SHM) yang sah, dan sejak 2011 telah ditanami sawit oleh koperasi dan perusahaan tanpa persetujuannya.

Ironisnya, kata Sarjodin, penanaman sawit yang dilakukan oleh koperasi dan perusahaan pada 2011 tidak disertai dengan ganti rugi kepada dirinya, termasuk ganti rugi untuk tanaman yang ada di atas lahan yang telah dirusak tersebut.

“Lahan yang saya perjuangkan ini adalah milik saya yang sah, dengan sertifikat Hak Milik (SHM). Namun, lahan itu diambil tanpa persetujuan saya, tanpa ada kompensasi atau ganti rugi,” ungkapnya.

Ia bilang, laporan yang terus dilayangkan perusahaan kepada dirinya sangat tidak berdasar. Anehnya, koperasi dan PT. HIP justru kembali melaporkan dirinya lagi ke polisi. Olehnya, dirinya mengambil sikap untuk melapor balik.

“Pada tanggal 20 Maret, saya memutuskan untuk membuat laporan di Polres Buol. Kini, kita tunggu apakah laporan ini akan diproses secepat laporan dari pihak perusahaan, atau justru berakhir seperti laporan rekan-rekan saya yang sudah hampir satu tahun tidak ada tindak lanjut,” ujarnya.

Baca Juga:  Profil Singkat Djan Faridz yang Rumahnya Digeledah KPK

Sarjodin merupakan salah satu dari ribuan petani yang menjadi korban praktik kemitraan kebun sawit antara petani dan PT. HIP, terutama dalam skema inti plasma. Sudah lebih dari satu dekade, petani tidak mendapatkan bagi hasil yang sesuai dengan apa yang dijanjikan.

Tahun 2000, Sarjodin bersama keluarganya mengelola lahan seluas  21 hektar yang ditanami pertanian pangan dan tanaman tahunan, bukan tanaman sawit. Namun, lahan yang menjadi sumber penghidupan mereka tersebut telah diubah menjadi kebun sawit oleh perusahaan, tanpa persetujuan dari mereka.

“Dulu kami menanam padi, jagung, kedelai, dan tanaman lainnya, dengan hasil yang cukup untuk mencukupi kebutuhan hidup. Tapi setelah kebun sawit dibangun, kami tak mendapat bagi hasil,” ungkapnya.

“Parahnya lagi, lahan yang saya miliki sebenarnya seluas 21 hektar, namun pengurus koperasi mengaku hanya 14 hektar. Anehnya, dalam SK Bupati, lahan yang tercatat atas nama saya hanya 1 hektar,” sambungnya.

Dalam perjalanan perjuangannya, Sarjodin bersama rekan-rekannya juga melaporkan dugaan penggelapan uang oleh pengurus koperasi yang mengelola kebun sawit. Pada tahun 2021, tiga orang pengurus koperasi telah ditetapkan sebagai tersangka, namun kasus tersebut hingga kini tak kunjung diselesaikan.

Baca Juga:  Menang Sengketa Pilpres, Yusril Cs Temui Prabowo Malam Ini

Pasca penetapan tersangka itu, Sarjodin bersama anggota koperasi lainnya mengadakan rapat anggota luar biasa yang difasilitasi oleh Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Buol dan dihadiri oleh banyak pihak, termasuk kepolisian.

Namun, setelah kepengurusan baru terbentuk dan mulai berkomunikasi dengan PT. HIP, perusahaan justru tidak mengakui kepengurusan tersebut. Ironisnya, Dinas Koperasi juga tiba-tiba mengeluarkan surat keputusan yang mencabut pengesahan kepengurusan hasil rapat anggota luar biasa.

Akibat permasalahan tersebut, para petani pemilik lahan melakukan aksi penghentian operasional kebun sebagai bentuk protes. Buntutnya, Sarjodin dan empat pengurus koperasi lainnya ditangkap pada 2024 lalu dan dipenjara selama 2,5 tahun setelah menghentikan operasional kebun.

Pada Oktober 2024, Sarjodin bebas dan kembali berjuang untuk menuntut haknya. Namun, pada 10 Maret 2025, ia dilaporkan kembali ke polisi oleh ketua koperasi, dan pada 18 Maret, ia dipanggil untuk dimintai keterangan.

Kini, Sarjodin menunggu apakah laporan baliknya terhadap pengurus koperasi dan PT. HIP akan diproses dengan cepat, seperti halnya laporan dari perusahaan, atau justru akan terkatung-katung seperti laporan-laporan petani lainnya.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600