Hibata.id – Aula Kantor Wali Kota Gorontalo, Sabtu pagi itu (21 Juni 2025), berubah menjadi ruang pengharapan. Bukan sekadar seremoni pelatihan kewirausahaan, tapi awal dari perubahan nasib bagi puluhan warga miskin yang selama ini berada di tepian roda ekonomi (Asnaf).
Sekretaris Daerah Kota Gorontalo, Ismail Madjid, tak ingin pelatihan ini berakhir di tumpukan laporan kegiatan. Baginya, pelatihan kewirausahaan yang diinisiasi BAZNAS Kota Gorontalo itu adalah senjata strategis dalam memutus mata rantai kemiskinan.
Bukan sekadar memberi kail, tapi juga menunjukkan cara mengayuh perahu ekonomi kecil mereka menuju pelabuhan mandiri. “Kami ingin mereka tumbuh, dari yang sebelumnya hanya menerima menjadi pemberi. Dari penerima manfaat menjadi pelaku perubahan,” ujar Ismail, lugas.
Sebanyak 55 peserta dari kalangan masyarakat kurang mampu duduk menyimak materi yang dibagikan—mulai dari strategi usaha mikro, pengelolaan modal, hingga cara menembus pasar lokal. Di antara mereka, ada yang baru mulai menjual gorengan, ada pula yang merintis usaha sabun cuci rumahan. Rinci, kecil, tapi mengandung harapan besar.
Ismail menekankan pentingnya pendokumentasian dan evaluasi berkala. Ia tak ingin program ini hanya jadi ritual tahunan tanpa arah. “Tahun ini ratusan orang ikut, tahun depan kita ukur berapa yang berhasil berkembang. Data adalah dasar kita melangkah,” katanya.
Program ekonomi produktif ini, sambung Ismail, merupakan cerminan misi pemerintah daerah: menurunkan angka kemiskinan bukan dengan memberi bantuan terus-menerus, tetapi menciptakan masyarakat yang tangguh secara ekonomi.
“Kita tidak ingin meninggalkan generasi yang lemah. Kita dorong mereka untuk bangkit, agar mereka tak selamanya bergantung,” ujarnya.
Lebih dari pelatihan, yang dikejar adalah pergeseran paradigma. Bahwa kemiskinan bukan akhir cerita, dan upaya mandiri bisa dimulai dari mana saja—asal ada dukungan, ilmu, dan kesempatan.