Scroll untuk baca berita
Kabar

Dekan Teknik UNIPO Angkat Bicara Soal Penyegelan Fakultas

Avatar of Delfri Tahir
×

Dekan Teknik UNIPO Angkat Bicara Soal Penyegelan Fakultas

Sebarkan artikel ini
Dekan Teknik UNIPO Angkat Bicara Soal Penyegelan Fakultas/Hibata.id
Dekan Teknik UNIPO Angkat Bicara Soal Penyegelan Fakultas/Hibata.id

Hibata.id – Ada yang janggal di Universitas Pohuwato (UNIPO). Sebuah fakultas yang selama ini dikenal tenang dan produktif mendadak berubah menjadi ruang hampa.

Pintu Fakultas Teknik disegel, dan para pejabat strukturalnya memilih mundur serentak. Keheningan kampus di Pohuwato kini bergema lebih keras daripada suara mesin printer yang dulu tak pernah berhenti.

Kisah ini bukan sekadar polemik administratif. Ia adalah gejala krisis kepemimpinan di tubuh akademik yang seharusnya menjadi contoh rasionalitas dan tata kelola yang sehat. Di balik penyegelan itu, tersimpan tanda-tanda bahwa kampus sedang kehilangan arah.

Perombakan yang Menyulut Kekacauan

Dekan Fakultas Teknik Universitas Pohuwato, Urfan, akhirnya buka suara. Ia tak menampik bahwa penyegelan fakultas terjadi karena perombakan mendadak yang dilakukan Penjabat (PJ) Rektor tanpa koordinasi jelas.

“Di fakultas kita itu sebelumnya aman-aman saja, tidak ada hujan, sementara PJ Rektor diinginkan ada perombakan. Kemarin itu ada tiga orang dosen kami yang diminta konfirmasi ke ruang PJ Rektor tanpa sepengetahuan saya juga. Setelah itu mereka keluar langsung melapor ke saya, karena saya selaku pimpinan di fakultas sudah jelas kan saya yang bertanggung jawab,” ujar Dekan Fakultas Teknik.

Dari situasi yang semula tenang, api kecil pun menyala. Para dosen yang dipanggil PJ Rektor merasa perlu membahas langkah itu lewat rapat fakultas. Hasilnya: keputusan mengejutkan.

Baca Juga:  Kampus UMGO: Ketika Kritik Dosen Dibalas Pemberhentian Tidak Hormat

“Akhirnya mereka meminta rapat di fakultas di tingkat fakultas. Kemarin sudah ada keputusan di fakultas, artinya mereka mau mengundurkan diri, tidak mau mereka ada perombakan,” jelasnya.

Dalam hitungan jam, roda birokrasi fakultas berhenti total. Gedung yang biasanya menjadi pusat pelayanan mahasiswa kini berubah menjadi ruang kosong tanpa fungsi.

Menurut Urfan, dasar perombakan yang dilakukan PJ Rektor tidak pernah jelas. Ia menduga langkah itu muncul karena adanya kritik yang disampaikan pihak fakultas dalam rapat-rapat kampus.

“Ini perombakan tidak jelas, kalau menurut saya kemungkinan itu karena kita banyak kritikan. Saya kan dinilai mengkritik. Kemudian Dekan Pertanian juga begitu, yang sudah di-resuffle semua itu,” ungkapnya.

Kritik di kampus semestinya dianggap vitamin bagi sistem akademik, bukan virus yang harus dimusnahkan. Namun, di Pohuwato, kritik tampaknya telah berubah menjadi dosa birokratis. Bukannya membenahi, pimpinan justru menutup ruang dialog.

“Di setiap rapat itu kita mengkritik yang membangun, bukan persoalan menjustice. Artinya dalam keadaan kampus kita ini kan… Sekarang kita ngotot, tadi itu kita sudah mengundurkan diri semua sebelum pelantikan. Itu mengikuti semua di tingkat fakultas, jadi kita tidak ikut pelantikan, kita keluar,” tegasnya.

Baca Juga:  Ayo Daftar! Fresly Nikijuluw Bakal Guncang Panggung Fun Run Fox Hotel Gorontalo

Dampak Nyata: Mahasiswa Tak Terlayani

Akibat pengunduran diri massal tersebut, pelayanan kepada mahasiswa pun lumpuh. Tak ada lagi staf atau pejabat struktural yang bisa menandatangani berkas atau menangani kebutuhan administrasi.

“Iyah, karena tidak ada bentuk pelayanan kepada kemahasiswaan. Kan pejabat struktural yang utama itu melayani kemahasiswaan. Jadi saya meminta mahasiswa saya mohon maaf untuk sementara kami belum bisa melayani, karena struktur kami sudah mengundurkan diri. Siapa yang melayani kan tidak ada,” katanya.

Krisis ini mengingatkan kita bahwa tata kelola kampus bukan hanya soal jabatan, tetapi tentang tanggung jawab terhadap publik akademik—para mahasiswa yang kini menjadi korban langsung.

Lebih jauh, Urfan menegaskan bahwa langkah PJ Rektor melakukan pelantikan baru tanpa masa jabatan definitif jelas-jelas menyalahi aturan.

“Iyah harusnya kan begitu, ini yang menyalahi aturan juga. Nah sekarang juga ini kan posisinya Ibu Greti ini sebagai PJ, tidak boleh melantik jabatan struktural sebelum masa periodenya berakhir. Seharusnya definitifnya dulu baru penetapan, baru ada itu perombakan. Sehingga ini yang menjanggal, aturannya begitu,” ujarnya tegas.

Bila peraturan akademik saja dilanggar, bagaimana mahasiswa bisa belajar tentang etika dan hukum tata kelola yang benar? Kampus seharusnya menjadi contoh, bukan justru pelanggar.

Baca Juga:  Kanwil Kemenag Gorontalo Paparkan Asta Protas di Hadapan Media, Apa itu?

Urfan menutup keterangannya dengan seruan yang tajam namun wajar: evaluasi terhadap PJ Rektor. Ia menilai kebijakan sepihak itu tidak hanya mengguncang Fakultas Teknik, tetapi juga fakultas lain.

“Saya tambahkan dengan banyaknya yang mengundurkan diri para pejabat struktural, kami meminta PJ Rektor harus dievaluasi. Bukan hanya di Teknik, di Pertanian juga begitu. Memang harus dievaluasi karena berdampak pada pelayanan kemahasiswaan. Dan itu sudah saya konfirmasi lebih awal sama PJ, nanti pasti berdampak pada mahasiswa, tapi PJ Rektor tetap memaksa perombakan,” pungkasnya.

Seruan itu bukan sekadar keluhan personal, melainkan peringatan moral. Jika kepemimpinan di universitas terus diwarnai langkah sepihak, dunia akademik akan kehilangan salah satu nilai utamanya: kebebasan berpikir dan keberanian bersuara.

Penyegelan Fakultas Teknik Universitas Pohuwato adalah simbol dari retaknya kepercayaan di dunia akademik. Ia mencerminkan bagaimana kekuasaan yang seharusnya mengayomi justru menimbulkan ketakutan dan penarikan diri.

Kampus seharusnya menjadi tempat lahirnya keberanian intelektual, bukan arena di mana suara berbeda dibungkam melalui perombakan mendadak.

Kini, masyarakat akademik dan pemerintah harus memastikan: jangan sampai universitas berubah menjadi ruang bisu yang kehilangan nurani

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel