Hibata.id – Di bawah terik matahari Desa Balayo, Kecamatan Patilanggio, Kabupaten Pohuwato, deru ekskavator mengoyak tanah, menorehkan luka panjang pada tubuh bumi. Ironisnya, tarian mesin-mesin raksasa itu tak terjadi di lorong-lorong tambang resmi, melainkan di area pertambangan emas ilegal—yang beroperasi terang-terangan tanpa izin, nyaris tanpa rintangan.
Rabu, 16 April 2025, tim Hibata.id menyaksikan langsung “pesta pora” tambang liar yang menggeliat di jantung Desa Balayo. Di sana, alat berat menderu seperti tak kenal lelah, mencabik-cabik bukit dan lembah yang kini berubah menjadi genangan lumpur. Udara pun pekat oleh debu dan aroma solar, saksi sunyi dari absennya negara.
Yang lebih mencolok: semua itu terjadi hanya sepelemparan batu dari Lembaga Pemasyarakatan Pohuwato—tempat yang semestinya menjadi simbol tegaknya hukum. Namun di Balayo, simbol itu hanya berdiri sebagai dinding bisu. Diam, menyaksikan hukum dipermainkan.
Tambang ilegal ini bukan hanya melanggar aturan; ia juga melangkahi batas rasa kemanusiaan. Sejumlah makam warga harus dipindahkan, bukan karena bencana alam, melainkan karena “kubangan emas” yang perlahan-lahan menelan segalanya. Dalihnya: tanah pemakaman sudah tergenang air. Padahal air itu muncul akibat tambang ilegal yang tak pernah direhabilitasi.
“Bahkan ada beberapa alat berat yang beroperasi di dekat permukiman warga, tidak jauh dari Jalan Trans Sulawesi, Desa Balayo. Semua bisa melihat, tapi dibiarkan saja oleh aparat penegak hukum,” ujar seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Suara itu menampar nurani publik. Sebab, praktik semacam ini jelas-jelas melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), yang menyatakan bahwa aktivitas pertambangan tanpa izin adalah tindak pidana.
Namun di Balayo, hukum seolah hanya pasal-pasal tanpa eksekusi—ia hadir di atas kertas, tapi tak pernah sampai ke tanah. Yang tersisa hanya ironi: ketika negara tak mampu melindungi makam, apalagi manusia yang masih hidup. Maka wajar jika publik bertanya, kepada siapa hukum berpihak hari ini?