Hibata.id – Front Pemuda Mahasiswa Gorontalo (FPMG) menyatakan keprihatinan mendalam terhadap memburuknya situasi kebebasan sipil di Provinsi Gorontalo. Terbaru, dugaan tindakan persekusi dialami oleh Harun Alulu, Koordinator BEM Nusantara Gorontalo, yang dinilai sebagai bentuk pembiaran oleh Kepolisian Daerah (Polda) Gorontalo terhadap aksi-aksi kekerasan dan intimidasi terhadap aktivis mahasiswa.
Direktur Advokasi FPMG, Taufik Dunggio, menyebut bahwa insiden yang menimpa Harun bukanlah yang pertama. Dalam dua bulan terakhir, setidaknya telah terjadi dua kasus serupa yang menimpa aktivis mahasiswa dan pegiat LSM. Namun hingga kini, belum ada kejelasan mengenai siapa pelakunya.
“Peristiwa terbaru ini justru semakin menguatkan kesan bahwa Polda Gorontalo gagal dalam mencegah dan menindak aksi premanisme secara profesional dan tuntas,” ujarnya.
FPMG pun mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) untuk segera mengevaluasi kinerja Kapolda Gorontalo. Bila terbukti tidak mampu menjalankan tugas dan tanggung jawab institusional, maka pencopotan jabatan Kapolda dianggap sebagai langkah yang tepat demi menjaga marwah dan integritas Polri.
“Kinerja Kapolda sangat lemah, baik dalam langkah preventif maupun penegakan hukum. Sistem deteksi dini melalui intelijen tampaknya tidak berjalan optimal. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar terhadap kapasitas serta komitmen Polda Gorontalo dalam menjamin keamanan dan kebebasan berekspresi warga,” tambah Taufik.
FPMG juga mencurigai adanya unsur pembiaran sistematis dalam kasus-kasus kekerasan terhadap aktivis. Mantan Ketua PMII Cabang Pohuwato bahkan menyebut bahwa jika dugaan ini benar, maka hal tersebut merupakan bentuk baru dari upaya pembungkaman terhadap demokrasi di Gorontalo.
“Jika Polda Gorontalo lebih mementingkan citra institusi daripada keselamatan warganya, maka ini adalah pelanggaran serius terhadap konstitusi dan prinsip negara hukum. Kepolisian seharusnya menjadi pelindung, bukan pembiar,” tegasnya.
Sebagai bentuk keseriusan, FPMG akan melaporkan persoalan ini ke Markas Besar Polri dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) untuk mendorong dilakukannya investigasi menyeluruh serta penanganan yang berpihak pada keadilan dan hak asasi manusia.
“Kami menuntut Kapolri untuk segera mencopot Kapolda Gorontalo. Sosok yang gagal menciptakan rasa aman, abai terhadap hak-hak sipil, dan tidak mampu menyelesaikan persoalan hukum, tidak layak memimpin institusi kepolisian di wilayah mana pun, apalagi di Gorontalo yang tengah mengalami krisis demokrasi,” tutup Taufik Dunggio.