Hibata.id – Pendidikan menjadi pondasi utama dalam membangun peradaban bangsa. Melalui sistem pendidikan yang kuat, suatu negara dapat mencetak sumber daya manusia unggul yang mampu bersaing di tingkat global.
Negara-negara maju menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama dalam kebijakan pembangunan. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas pendidikannya.
Di Indonesia, urgensi terhadap pendidikan turut diperingati setiap tanggal 2 Mei melalui Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Peringatan ini tidak hanya menjadi momen penghargaan terhadap sosok Ki Hadjar Dewantara sebagai pelopor pendidikan nasional, tetapi juga sebagai refleksi terhadap tantangan dan harapan dalam dunia pendidikan.
Pendidikan telah diakui secara internasional sebagai hak asasi setiap manusia. Oleh karena itu, negara berkewajiban memastikan akses pendidikan yang merata dan inklusif tanpa diskriminasi.
Namun, tantangan pemerataan pendidikan masih dihadapi Indonesia, terutama di wilayah terpencil. Keterbatasan infrastruktur, kondisi geografis, dan faktor ekonomi kerap menjadi hambatan bagi anak-anak untuk mendapatkan layanan pendidikan yang layak.
Guna menjawab tantangan tersebut, pemerintah terus menggulirkan berbagai program seperti beasiswa, pendidikan gratis, dan pembangunan sekolah secara merata. Langkah ini penting agar tidak ada satu pun anak bangsa yang tertinggal dalam memperoleh ilmu pengetahuan.
Hari Pendidikan Nasional ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 dan diperingati setiap 2 Mei. Tanggal ini dipilih berdasarkan hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara, tokoh perintis pendidikan di Tanah Air.
Ki Hadjar Dewantara yang lahir pada 2 Mei 1889, memiliki nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Ia berasal dari keluarga bangsawan Pakualaman dan sempat mengenyam pendidikan di STOVIA (School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen), namun terhenti karena masalah kesehatan.
Meski gagal menempuh pendidikan kedokteran, semangatnya tidak surut. Ia terjun ke dunia jurnalisme dan menjadi suara kritis terhadap kebijakan kolonial, terutama dalam bidang pendidikan. Bersama Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo, ia dikenal sebagai bagian dari Tiga Serangkai, tokoh pergerakan nasional yang vokal menyuarakan keadilan bagi kaum bumiputra.
Usai menjalani masa pengasingan, Ki Hadjar Dewantara mendirikan lembaga pendidikan Taman Siswa pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Lembaga ini menjadi tonggak awal pendidikan berbasis nasionalisme dan kebudayaan Indonesia.
Setelah kemerdekaan, ia dipercaya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1950. Atas dedikasi dan perjuangannya, Ki Hadjar Dewantara dianugerahi gelar Bapak Pendidikan Nasional melalui Keputusan Presiden RI Nomor 305 Tahun 1959.
Pendidikan sebagai Alat Pemersatu Bangsa
Pendidikan bukan hanya sarana memperoleh ilmu, tetapi juga jembatan penguatan karakter, nilai moral, dan persatuan bangsa. Melalui pemerataan pendidikan, kesenjangan sosial dapat ditekan dan semangat kebangsaan diperkuat.
Momentum Hari Pendidikan Nasional 2025 menjadi saat yang tepat untuk memperbarui komitmen bersama dalam membangun sistem pendidikan inklusif, adil, dan berkelanjutan di seluruh pelosok negeri.