Hibata.id – Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Desa Balayo, Kecamatan Patilanggio, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, terus berlanjut tanpa ditindak.
Suara deru excavator di kawasan itu kini terdengar lebih nyaring daripada suara penegakan hukum yang seolah kehilangan daya gigitnya.
Pantauan di lapangan menunjukkan alat berat masih bekerja siang dan malam. Bahkan dengan sengaja ada ukiran tanah bertuliskan “Balayo”.
Praktik pertambangan emas tanpa izin di Balayo bukan sekadar pelanggaran lingkungan. Tetapi juga menjadi potret buram sistem hukum yang kerap tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Salah satu sumber terpercaya kepada Hibata.id, Jumat (10/10/2025), mengungkapkan bahwa aktivitas itu berlangsung tanpa jeda.
“Di lokasi PETI Balayo ada lebih dari satu alat berat. Pemiliknya biasa dipanggil Ka Ato,” ujarnya.
Dari keterangan tersebut, jelas bahwa aktivitas tambang ilegal di Balayo bukan lagi rahasia.
Ia hidup di depan mata publik, di bawah tanah yang diukir bertuliskan “Balayo”, simbol keberanian menantang hukum.
Ironinya, ketika wartawan mencoba mengonfirmasi kepada Kapolres Pohuwato AKBP Busroni, klarifikasi tegas yang diharapkan justru tidak muncul.
“Astaghfirullah, jangan main fitnah om. Saya keberatan dengan tuduhan ini, sekali lagi saya keberatan,” tulis Busroni melalui pesan WhatsApp.
Respons tersebut mempertebal kesan bahwa ruang dialog antara publik dan penegak hukum makin menyempit. Alih-alih menjawab substansi persoalan tambang ilegal, sang Kapolres justru menilai pertanyaan wartawan sebagai fitnah.
“Sekali lagi ini fitnah. Saya keberatan dengan tuduhan ini. Saya punya iman dan akhlak. Jangan main fitnah begitu, dunia akhirat saya keberatan. Urusanmu sama Tuhanku. Cari rezeki yang halal saja, jangan main fitnah begitu, tidak bagus,” tulisnya lagi.
Sampai berita ini ditulis, Kapolres belum memberikan penjelasan soal keterlibatan aparat dalam pengawasan PETI Balayo.
Sementara di lapangan, deru alat berat masih terdengar, menandakan tambang ilegal itu belum tersentuh hukum.
Diamnya aparat penegak hukum di Pohuwato melahirkan tanda tanya: apakah hukum benar-benar sedang tertidur, atau sengaja dibiarkan tidur?
Tambang ilegal di Balayo bukan hanya merusak ekosistem, aliran sungai, hingga menyebabkan petani gagal panen, tetapi juga menimbulkan luka sosial di masyarakat yang kehilangan ruang hidup dan rasa keadilan.
Dugaan pembiaran semacam ini menandai krisis kepemimpinan moral di daerah.
“Jika aparat membiarkan, maka ini bukan lagi soal izin, tetapi soal keberpihakan pada keadilan dan kelestarian lingkungan,” kata Deno Djarai, aktivis Gorontalo.
Kritik tersebut masuk akal. Negara tidak boleh kalah dari tambang ilegal.
Ketika alat berat bisa bekerja di depan mata tanpa izin, maka yang sedang diuji bukan sekadar hukum, tetapi juga keberanian moral aparat untuk menegakkan aturan.
Balayo hari ini bukan sekadar lokasi tambang, melainkan cermin. Di sana publik melihat bagaimana hukum dapat tumpul, suara kritis dibungkam dengan label “fitnah”, dan alam terus menanggung akibatnya.
Tegas Kapolda Gorontalo
Sebelumnya, Kapolda Gorontalo Irjen Pol Widodo sempat angkat bicara soal PETI Pohuwato.
Menurut Widodo, hingga saat ini belum ada laporan resmi yang masuk ke Polda terkait dampak langsung pertambangan terhadap lahan pertanian.
Namun ia menegaskan bahwa pihak kepolisian telah memetakan lokasi dan pelaku aktivitas pertambangan tanpa izin di wilayah tersebut.
“Sampai saat ini belum ada keluhan yang masuk kepada kami. Tapi kami sudah mapping lokasi PETI dan siapa pelakunya,” ujar Widodo saat ditemui usai kegiatan penanaman jagung serentak, Rabu, 8 Oktober 2025.
Ia menyebut, Polda Gorontalo saat ini tengah mengonsolidasikan kekuatan untuk mengambil tindakan hukum terhadap para pelaku PETI.
“Kami sedang mengumpulkan kekuatan untuk mengambil tindakan kepolisian,” katanya dengan nada serius.













