Hibata.id – Kapolres Pohuwato AKBP Winarno dan Kapolda Gorontalo Irjen Pol. Pudji Prasetijanto Hadi memilih untuk bungkam saat Hibata.id mengonfirmasi terkait aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang terus beroperasi di lima kecamatan di Kabupaten Pohuwato.
Sikap diam keduanya dinilai sebagai bentuk ketidakpedulian aparat penegak hukum (APH) dalam menjalankan tugasnya. Keduanya terkesan tidak memperhatikan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh PETI, yang kini telah dirasakan secara langsung oleh warga Pohuwato.
Padahal, maraknya PETI di wilayah Popayato telah membawa dampak parah bagi kehidupan masyarakat setempat. Sebanyak 1.541 orang telah terpapar malaria di Pohuwato, dua di antaranya meninggal dunia, serta memicu krisis air bersih di Popayato.
Sebelumnya, Aliansi Masyarakat Melawan (AMM) berencana melaporkan Kapolres Pohuwato AKBP Winarno dan Kapolda Gorontalo Irjen Pol. Pudji Prasetijanto Hadi kepada Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
AMM juga mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mencopot Kapolres Pohuwato AKBP Winarno dan Kapolda Gorontalo Irjen Pol. Pudji Prasetijanto Hadi. Desakan ini muncul karena keduanya dianggap gagal menegakkan hukum terkait PETI di Pohuwato.
Pasalnya, aktivitas tambang ilegal di Pohuwato hingga saat ini semakin marak dan terus beroperasi tanpa hambatan, seolah aparat penegak hukum (APH) telah kehilangan nyali. Namun, Kapolres Pohuwato dan Kapolda Gorontalo seperti menutup mata dan telinga mereka.
Koordinator AMM Syahril Razak menjelaskan, semua rencana ini diambil karena Kapolres Pohuwato dan Kapolda Gorontalo diduga telah melakukan kongkalikong dengan mafia pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Pohuwato.
“Kami menduga, Kapolres Pohuwato dan Kapolda Gorontalo jadi biang keladi dari pembiaran tambang ilegal yang semakin merajalela di Pohuwato,” kata Syahril Razak kepada Hibata.id, Selasa (4/3/2025).
Pasalnya, kata Syahril, PETI di Pohuwato sampai hari ini masih bebas beroperasi, bahkan para penambang menggunakan alat berat yang mempercepat kerusakan lingkungan. Sementara, APH dari kepolisian tidak melakukan penindakan.
Ia mengungkapkan rasa penyesalannya terhadap situasi ini, terutama sikap Kapolres Pohuwato dan Kapolda Gorontalo yang berbuat apa-apa. Alhasil, sumber air yang sebelumnya jernih, kini berubah menjadi lumpur kotor yang tak layak dikonsumsi.
“Hutan yang dulu hijau, kini habis digunduli oleh rakusnya mafia tambang emas ilegal. Namun, yang lebih mengerikan adalah diamnya aparat penegak hukum, seolah tak peduli dengan kehancuran yang terjadi,” kata Syahril, pada Rabu (5/3/2025).
Syahril menegaskan bahwa kondisi ini bukan sekadar peringatan, melainkan kenyataan pahit yang harus segera dihentikan. Mafia tambang ilegal semakin berani merusak lingkungan tanpa takut akan sanksi hukum, seolah hukum telah dipermalukan dan dilecehkan.
“Jika aparat penegak hukum tidak bergerak, untuk apa mereka ada? Apakah mereka hanya simbol tanpa fungsi? Bukankah tugas mereka menindak segala bentuk kejahatan, termasuk kejahatan lingkungan yang kini menghancurkan kehidupan masyarakat Popayato?” katanya.
Padahal, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 dengan tegas melarang aktivitas ilegal tersebut, bahkan menetapkan sanksi berat bagi pelaku tambang ilegal, yakni 5 tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar.
“Pasal 158 Undang-Undang Minerba seakan hanya menjadi sebuah tulisan yang tidak berarti di mata penegak hukum. Seharusnya, pasal ini dapat menjadi dasar untuk menindak para mafia tambang, namun kenyataannya, tindakan nyata yang diambil masih sangat minim,” jelasnya.
Viralnya lagu “Bayar Polisi” di media sosial juga disinggung oleh Syahril sebagai cerminan buruknya penegakan hukum di Popayato. Ia menduga adanya praktik suap yang membuat pelaku PETI kebal hukum.
Ia mengatakan bahwa situasi di Pohuwato semakin memanas. Menurutnya, jika aparat terus berdiam diri, bukan tidak mungkin masyarakat akan turun ke jalan untuk menuntut keadilan dengan cara mereka sendiri.
“Jika ini terus dibiarkan, rakyat akan kehilangan kepercayaan pada kepolisian. Kami menuntut keadilan!” tegas Syahril.