Hibata.id – Senyum lega penuh haru akhirnya menghiasi wajah Hamim Pou, mantan Bupati Bone Bolango, setelah majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Gorontalo pada Rabu (23/7/2025) membacakan vonis bebas atas tuduhan penyalahgunaan dana bantuan sosial (bansos).
Vonis ini menjadi titik balik setelah 11 tahun ia hidup dalam bayang-bayang stigma korupsi.
Hamim Pou duduk tenang di kursi terdakwa saat Ketua Majelis Hakim Effendi Kadengkang mengetukkan palu tanda akhir persidangan.
Ruang sidang sontak dipenuhi sorak-sorai hingga tangis dukungan dari keluarga dan kerabatnya.
“Keadilan akhirnya hadir di tempat ini,” kata Hamim dengan mata yang tampak berkaca-kaca.
Hakim menyatakan bahwa seluruh dakwaan jaksa penuntut umum tidak terbukti. Tidak ada aliran dana bansos yang mengarah pada dugaan korupsi oleh Hamim.
Program bantuan tersebut, menurut fakta persidangan, murni kebijakan publik yang dirancang untuk kesejahteraan masyarakat Bone Bolango.
“Putusan ini adil dan sesuai dengan fakta persidangan. Semua saksi tidak menemukan bukti saya melakukan korupsi. Kebijakan bansos itu dijalankan sesuai APBD dan disahkan DPRD,” ujar Hamim kepada wartawan.
Dengan suara bergetar, Hamim menambahkan, “Jika saya dihukum, sama saja menghukum ribuan penerima bansos yang merasakan manfaat program tersebut. Ini bukan soal saya, tapi soal keadilan.” katanya.
Nama Hamim Pou sempat mencuat pada 2014 saat kasus dugaan korupsi bansos Bone Bolango menyeruak. Meski jabatan bupati telah lama berakhir, stigma itu terus melekat.
Hamim harus bolak-balik menghadapi proses hukum hingga akhirnya putusan bebas pada 2025 menjadi penutup perjalanan panjangnya.
Hamim menegaskan dirinya memaafkan semua pihak, termasuk jaksa. “Sebelas tahun saya hidup dalam tekanan, tapi saya sabar. Saya hormati proses hukum. Harapan saya, hukum ke depan tidak hanya bicara pasal, tapi juga keadilan untuk rakyat,” katanya.
Vonis bebas ini tak hanya melegakan Hamim, tetapi juga menghapus stigma negatif yang melekat selama satu dekade.
Bagi warga Bone Bolango, putusan ini menjadi penegasan bahwa kebijakan sosial yang lahir dari niat baik tidak seharusnya dipelintir menjadi tuduhan.












