Hibata.id – Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah III Pohuwato akhirnya angkat bicara soal aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang kian masif di kawasan hutan Dusun Karya Baru, Desa Balayo, Kecamatan Patilanggio, Kabupaten Pohuwato.
Melalui Kepala Seksi Perlindungan Hutan dan Pemberdayaan Masyarakat, Jemie S. Peleng, KPH mengakui keberadaan alat berat jenis ekskavator di dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Balayo.
“Ya, betul. Ada beberapa alat berat. Tapi yang sedang beroperasi hanya satu. Dua lainnya hanya terparkir, tidak bekerja. Jadi kami tidak bisa buat apa-apa,” ujar Jemie kepada wartawan Hibata.id, Rabu, 2 Juli 2025.
Pengakuan itu justru membuka borok lemahnya pengawasan di lapangan. Alih-alih menunjukkan tindakan tegas, KPH malah terdengar gamang. Sejumlah ekskavator yang diklaim hanya “parkir cantik” dibiarkan tanpa penindakan, meskipun keberadaannya melanggar hukum.
Ketika ditanya mengapa tidak menyita kunci atau mengamankan alat, jawaban Jemie terdengar mengambang. “Kalau kunci kami cabut, berarti harus dibawa ke kita. Tapi kan tidak ada,” elaknya.
Fakta di lapangan berbicara lain. Penelusuran Hibata.id menemukan lebih dari satu ekskavator diduga aktif beroperasi di lokasi tambang ilegal. Seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya menyebut KPH sempat mencabut beberapa kunci alat berat, namun tak ditindaklanjuti.
“Mereka memang sempat cabut kunci. Tapi alatnya lebih dari satu. Ini seperti kamuflase saja,” kata sumber itu.
Pernyataan Jemie dua pekan sebelumnya, pada 17 Juni 2025, juga menunjukkan inkonsistensi. Saat itu ia menegaskan hanya menemukan satu unit ekskavator di dalam kawasan hutan. Ekskavator lain, menurutnya, berada di luar kawasan HPT dan bukan wewenang KPH.
“Yang kami temukan hanya satu unit di dalam kawasan hutan. Di luar kawasan memang ada beberapa, tapi itu di luar kewenangan kami,” ucapnya waktu itu.
Pertanyaannya, jika alat berat itu memang hanya “parkir”, mengapa bisa bebas keluar masuk kawasan hutan yang seharusnya steril dari aktivitas tambang? Jika operatornya kabur, kenapa kunci tidak langsung diamankan di lokasi?
Kesan pembiaran makin terasa. KPH tak tampak menjalankan fungsi pengawasan dan perlindungan hutan sebagaimana mestinya. Padahal, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba telah tegas menjelaskan: pelaku tambang tanpa izin diancam pidana lima tahun penjara dan denda hingga Rp 100 miliar.
Namun, di Balayo, aturan itu tampak tak bertaji. Suara ekskavator masih meraung. Sungai menghitam, pohon tumbang, dan hutan makin gundul. Aparat sibuk mencari alasan. Sementara warga hanya bisa mengelus dada, menyaksikan tanah leluhur mereka dijarah sedikit demi sedikit.