Hibata.id – Setiap tanggal 7 Syawal, masyarakat Gorontalo merayakan Lebaran Ketupat, sebuah tradisi unik yang kini telah menjadi bagian dari budaya lokal.
Meski telah mengakar kuat di tengah masyarakat, tradisi ini sejatinya berasal dari komunitas Jawa-Tondano (Jaton) yang bermigrasi ke Gorontalo sejak awal abad ke-20.
Tradisi Lebaran Ketupat Gorontalo pertama kali dilaksanakan pada tahun 1909 oleh warga keturunan Jaton, mayoritas berasal dari Minahasa, Sulawesi Utara.
Mereka menetap dan berkembang di sejumlah wilayah di Kabupaten Gorontalo, khususnya di Desa Yosonegoro, Kecamatan Limboto Barat.
Sebelum perayaan, warga Jaton menjalankan puasa sunnah Syawal selama enam hari usai Idul Fitri, sebagai bentuk penyempurnaan ibadah Ramadan.
Momen puncak perayaan ditandai dengan tradisi membawa makanan ke masjid untuk didoakan, lalu dinikmati bersama oleh masyarakat.
Tradisi ini sekaligus menjadi ajang silaturahmi terbuka, di mana siapa pun dipersilakan datang tanpa undangan formal, termasuk warga dari luar daerah.
Di sepanjang jalan Yosonegoro, masyarakat Jaton menyajikan hidangan lebaran khas secara gratis. Setiap rumah tangga menyiapkan berbagai menu, mulai dari ketupat, opor ayam, hingga kue tradisional. Semua hidangan tersedia bagi pengunjung yang ingin mampir dan menikmati jamuan.
“Biasanya lokasi utamanya di simpang tiga Yosonegoro. Bagi warga yang melintas atau sedang bepergian, bisa mampir dan menikmati makanan yang disiapkan,” kata Usman Abdul, salah satu warga setempat.
Selain kuliner, Lebaran Ketupat di Gorontalo juga diramaikan dengan hiburan rakyat, seperti lomba pacuan kuda dan karapan sapi.
Lokasi jamuan biasanya dipusatkan di dekat lapangan golf, tempat lomba pacuan berlangsung, sehingga pengunjung dapat bersantap sambil menyaksikan pertunjukan tradisional.
Warga juga membagikan oleh-oleh khas seperti dodol dan nasi bulu, makanan tradisional dari beras ketan yang dikukus dalam bambu, sebagai simbol kebersamaan dan rasa syukur.
“Perayaan tahun ini lebih meriah dibanding sebelumnya. Masyarakat sangat antusias merayakan tradisi yang sudah menjadi warisan budaya bersama,” ujar Usman.
Menariknya, tradisi ini kini tidak lagi hanya dilaksanakan oleh warga Jaton. Masyarakat asli Gorontalo turut ambil bagian dalam perayaan, menjadikan Lebaran Ketupat sebagai tradisi inklusif yang merekatkan berbagai lapisan masyarakat.
“Ini tradisi tahunan yang selalu dinanti. Kami semua larut dalam kegembiraan dan merayakan bersama tanpa sekat,” tutur Zaiman.
Dengan semangat kebersamaan, Lebaran Ketupat di Gorontalo tidak hanya menjadi ajang kuliner dan hiburan, tetapi juga simbol harmoni sosial dan kekayaan budaya lokal yang terus lestari.













