Hibata.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Gorontalo menegaskan bahwa sekolah tidak memiliki kewenangan untuk mewajibkan orang tua murid membeli seragam langsung dari pihak sekolah.
Penegasan ini merespons kembali mencuatnya polemik soal penjualan seragam yang dinilai membebani wali murid.
“Penyediaan seragam sekolah adalah tanggung jawab orang tua atau wali, bukan tugas sekolah. Sekolah tidak boleh menentukan harga, apalagi memaksa pembelian melalui mereka,” ujar anggota DPRD Provinsi Gorontalo Umar Karim, Senin (7/7/2025).
Ia juga menyampaikan bahwa sekolah yang telah menetapkan harga dan meminta persetujuan melalui tanda tangan orang tua wajib mencabut kebijakan tersebut. Menurutnya, keberadaan koperasi sekolah yang menjual seragam hanya bersifat opsional, bukan keharusan.
“Silakan jika koperasi sekolah menyediakan seragam. Tapi orang tua tetap punya hak memilih, apakah membeli di koperasi, menjahit sendiri, atau membeli di luar. Sekolah hanya bisa memandu model dan warna seragam, bukan mematok harga atau mewajibkan pembelian,” tegasnya.
Aturan Jelas dalam Permendikbud
DPRD Gorontalo merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 22 Tahun 2020 yang menyebutkan bahwa pengadaan pakaian sekolah merupakan tanggung jawab orang tua atau wali peserta didik, bukan pihak sekolah.
Anggota DPRD juga mengkritik praktik sekolah yang mematok waktu pembayaran dan melarang sistem cicilan. Kebijakan seperti ini dinilai berisiko melanggar hukum dan memperburuk beban ekonomi keluarga.
“Saya paham sekolah ingin keseragaman, tapi jangan sampai memberatkan orang tua. Apalagi sampai ada pemaksaan jumlah pembayaran dan tenggat waktu tertentu. Ini bisa menjadi celah persoalan hukum,” ujarnya.
Seragam Bukan Bagian dari Biaya Pendidikan
DPRD menjelaskan bahwa seragam sekolah termasuk ke dalam kategori kebutuhan pribadi siswa, bukan bagian dari biaya pendidikan yang ditanggung negara.
“Biaya pendidikan mencakup kebutuhan proses belajar-mengajar seperti pengadaan alat ajar dan fasilitas pendidikan. Seragam, tas, dan sepatu adalah kebutuhan pribadi yang menjadi tanggung jawab keluarga siswa,” jelasnya.
Peringatan Soal Pungutan Komite Sekolah
Dalam kesempatan yang sama, DPRD juga menyoroti pungutan yang dilakukan oleh komite sekolah. Mereka menegaskan bahwa komite tidak diperbolehkan melakukan pungutan dalam bentuk apapun jika tidak memiliki dasar hukum yang sah.
“Jika ada pungutan yang tidak berdasarkan regulasi resmi, maka itu termasuk pungutan liar. Komite hanya boleh menggalang dana berupa sumbangan sukarela,” katanya.
Ia menambahkan, sumbangan sukarela tidak boleh memiliki nominal tetap yang diwajibkan. Semuanya harus berdasarkan kerelaan dan kemampuan orang tua.
“Kalau ada orang tua yang mau menyumbang Rp10 ribu atau Rp100 ribu, silakan. Tapi tidak boleh dipatok jumlah atau dipaksakan. Prinsipnya tetap sukarela,” pungkasnya.