Hibata.id – Isu dugaan praktik pungutan liar (pungli) kembali mencuat dan mengguncang kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah. Kali ini, sorotan tertuju kepada Kapolsek Paleleh, Iptu Ridwan, yang diduga telah memeras pelaku usaha tambang emas ilegal (PETI) di kawasan Sungai Dopalak sebesar Rp 45 juta.
Informasi ini pertama kali diungkapkan oleh seorang pelaku usaha yang enggan menyebutkan identitasnya. Kepada Hibata.id, ia mengungkap bahwa permintaan uang tersebut terjadi menjelang Hari Raya Idul Adha lalu. Uang itu, kata dia, diminta secara tertutup oleh oknum Kapolsek dengan alasan agar aktivitas penggunaan alat berat dalam area PETI dapat berjalan tanpa gangguan dari aparat penegak hukum.
“Kapolsek minta Rp 45 juta kepada kami, beberapa hari sebelum lebaran Idul Adha. Alasannya supaya aktivitas kami tidak diterbitkan atau diganggu. Karena itu, akhirnya kami memberikan uang tersebut,” ungkapnya kepada Hibata.id.
Lebih lanjut, sumber tersebut menyebut bahwa uang yang diberikan tidak semata-mata untuk kepentingan pribadi Kapolsek. Ia mengklaim bahwa dana tersebut akan disalurkan ke beberapa lembaga tertentu di wilayah Paleleh, sebagai bentuk “pengamanan” agar kegiatan penambangan emas ilegal dapat terus berlangsung tanpa hambatan hukum.
“Kami percaya saja saat itu. Katanya uang itu juga akan disebar ke beberapa pihak, jadi kami merasa aman. Kami pikir, alat berat yang kami gunakan untuk menambang tidak akan disentuh atau disita,” tambahnya.
Praktik seperti ini diduga menjadi penyebab utama sulitnya pemberantasan aktivitas PETI di wilayah Sungai Dopalak. Meskipun pihak Polres Buol telah melakukan operasi penertiban dan penyegelan alat berat, faktanya alat-alat tersebut kemudian dilepaskan kembali tanpa alasan yang jelas. Hal ini membuat kecurigaan publik semakin meningkat.
Menanggapi tudingan tersebut, Kapolsek Paleleh Iptu Ridwan memberikan bantahan tegas saat dikonfirmasi oleh Hibata.id pada akhir Juni lalu. Ia menolak seluruh tuduhan yang dialamatkan kepadanya, dan bahkan menyarankan agar pelaku usaha yang memberikan informasi tersebut menemuinya secara langsung.
“Tidak ada itu, Dinda. Ajak ketemu saya siapa yang memberikan informasi seperti itu,” ujar Ridwan. Ia juga menambahkan bahwa jika informasi tersebut tidak bersifat mendesak, sebaiknya tidak perlu dipublikasikan.
Meski bantahan telah dilontarkan, publik tetap menuntut adanya transparansi dan penyelidikan lebih lanjut atas dugaan ini. Jika benar adanya pungli yang melibatkan aparat kepolisian, hal ini tidak hanya mencoreng institusi, tapi juga memperparah kerusakan lingkungan dan hukum di wilayah Paleleh.