Hibata.id – Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Kecamatan Dengilo, Pohuwato rupanya terus berlangsung tanpa henti, seolah-olah penampar wajah aparat penegak hukum (APH) yang tidak bisa berbuat apa-apa.
Wilayah yang menjadi penyangga kawasan konservasi Cagar Alam Panua tersebut berubah menjadi ladang eksploitasi liar. Bahkan wilayah PETI sudah masuk dalam wilayah areal lindung kawasan konservasi yang dilindungi undang-undang.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, aktivitas tambang ilegal ini bukan sekadar operasi kecil-kecilan. Ada jaringan kuat yang mengendalikan praktik ilegal ini dengan diduga memanfaatkan dana dan operasional dari aktivitas terlarang ini.
Praktik ini seperti yang terjadi di beberapa lokasi PETI Pohuwato lainnya. Para pelaku penambang yang beroperasi di Dengilo diduga dimintai “atensi” atau seperti uang keamanan agar aktivitas mereka terus beroperasi, tanpa ada hambatan.
Seorang sumber yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa seorang bernama Ahmad Saleh diduga menjadi pengumpul kontribusi dari hasil tambang ilegal di Dengilo. Dia diduga bertanggung jawab atas operasi di wilayah tersebut.
Meski begitu, menurut sumber tersebut, Ahmad Saleh bukanlah otak utama dari operasi ini. Ia hanya bagian dari jaringan yang dikendalikan oleh seseorang yang diduga menjadi koordinator PETI di Pohuwato dan memiliki kendali penuh atas tambang ilegal ini.
Sederhananya, kata sumber, Ahmad Saleh diduga bertugas mengamankan dana “atensi” sebelum akhirnya sampai ke pihak yang lebih tinggi. Fakta ini menegaskan bahwa tambang ilegal di Dengilo bukanlah operasi sembarangan—ada jaringan rapi yang mengendalikannya.
“Ahmad Saleh itu diduga cuma pengumpul kontribusi. Dia bekerja untuk orang yang disebut diduga adalah Koordinator PETI Pohuwato. Semua dana yang dikumpulkannya langsung disetor ke orang tersebut,” ungkap seorang sumber pada Selasa (11/03/2025) kemarin.
Meskipun informasi tentang aktivitas ilegal ini telah tersebar luas, hingga saat ini belum ada tindakan tegas dari APH. Pembiaran praktik ilegal ini membuat eksploitasi terus berlangsung, merusak lingkungan dan mengancam kehidupan masyarakat sekitar.
Kerusakan akibat tambang ilegal ini tidak main-main. Tanah rusak, air tercemar, keanekaragaman hayati terancam punah. Jika dibiarkan, Dengilo akan menjadi saksi dari bencana ekologis yang hanya tinggal menunggu waktu.
Hibata.id mencoba menghubungi Ahmad Saleh melalui pesan WhatsApp untuk mempertanyakan semua tudingan tersebut. Namun, meski pertanyaan telah diajukan, Ahmad Saleh enggan memberikan jawaban. Ia hanya mengajak wartawan Hibata.id untuk bertemu langsung.
“Maksudnya, saya pernah datang di rumah bapak juga kumpul uang begitu. Bapak kenal saya? Belum kenal sama saya nanti saya datang. Jangan sembarang bapak,” kata Ahmad Saleh kepada Hibata.id, pada Rabu (12/03/2025).
Ahmad Saleh mengatakan bahwa semua pertanyaan yang diajukan oleh Hibata.id terasa kurang tepat jika hanya dijawab melalui WhatsApp. Menurutnya, jawaban atas pertanyaan tersebut akan lebih baik disampaikan langsung saat bertemu.
“Tidak enak lewa WA, karena kamu statusnya sebagai wartawan yang paling bagus ketemu. Paham dan mengerti?. Jawabannya nanti baku dapa,” ucap Ahmad Saleh, sembari mempertanyakan, “Bapak di mana sekarang?” tanyanya.
Sikap Ahmad Saleh ini justru menambah teka-teki besar. Jika bukan dia, lalu siapa yang mengendalikan aliran dana tambang ilegal ini? Fakta di lapangan menunjukkan bahwa hingga saat ini tambang ilegal di Dengilo tetap beroperasi bebas, tanpa penindakan