Hukum

Pelaku PETI Balayo: Uang Atensi itu 30 Juta, Bukan 50 Juta dan Tanya ke Yosar

×

Pelaku PETI Balayo: Uang Atensi itu 30 Juta, Bukan 50 Juta dan Tanya ke Yosar

Sebarkan artikel ini
Alat berat yang beroperasi di penambangan emas ilegal (PETI) di wilayah Desa Balayo, Kecamatan Patilanggio, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo. (Foto: Dok. Hibata.id)
Alat berat yang beroperasi di penambangan emas ilegal (PETI) di wilayah Desa Balayo, Kecamatan Patilanggio, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo. (Foto: Dok. Hibata.id)

Hibata.id – Uang atensi yang selama ini disebut-sebut sebagai iuran untuk pengamanan aktivitas di Desa Balayo, Kecamatan Patilanggio, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, ternyata memang ada. Namun, dugaan terkait besaran jumlah uang tersebut ternyata bervariasi.

Ka Uwa, salah satu pelaku usaha PETI di Desa Balayo, mengungkapkan bahwa uang atensi yang dirinya berikan setiap bulan tidak sebesar 50 juta rupiah seperti yang diberitakan media sebelumnya.

Dia menjelaskan bahwa jumlah uang tersebut jauh lebih kecil dari yang diperkirakan, yaitu hanya sebesar jutaan rupiah per bulan. Ia bilang, dana atensi tersebut digunakan untuk memastikan keamanan dalam menjalankan aktivitas PETI yang mereka lakukan.

Hal ini disampaikan oleh Ka Uwa ketika hibata.id melakukan konfirmasi mengenai aktivitas PETI Balayo yang terus beroperasi pada 22 Maret lalu. Pada saat itu, setidaknya terdapat empat alat yang diduga milik Ka Uwa yang sedang beroperasi tanpa henti di dusun pemancar.

“‘Uang atensi itu hanya 30 juta, tapi kenapa yang diberitakan jadi 50 juta? Coba hubungi Yosar, karena dia yang mengurus semuanya,’ kata Ka Uwa kepada Hibata.id.”

Ia menambahkan untuk mengetahui lebih jelas soal uang atensi itu harus ditanyakan langsung kepada Yosar. Ia bilang, Yosar yang lebih mengetahui semua besaran atensi itu.

Diketahui, nama Yosar yang dimaksud itu adalah Yosar Ruiba Monoarfa alias Oca. Beberapa pemberitaan sebelumnya, Yosar ini diduga menjadi koordinator PETI yang beroperasi di Pohuwato.

Nama Yosar atau Oca ini mencuat setelah akun TikTok dengan nama pengguna susupo_gorontalo mengunggah sebuah diagram konsorsium PETI yang beroperasi di Pohuwato.

Dalam diagram konsorsium, Oca yang merupakan warga Pohuwato yang disebut-sebut berperan sebagai koordinator lapangan untuk aktivitas PETI yang berlangsung di Kecamatan Paguat, Marisa, Patilanggio, Taluditi, dan Popayato Barat.

Baca Juga:  Ketua Pengadilan Negeri Jaksel Jadi Tersangka Suap Rp60 Miliar

Dalam diagram tersebut, Oca diduga terlibat dalam pengumpulan uang yang disebut sebagai “atensi” atau uang keamanan dari para pelaku pertambangan yang menggunakan alat berat di lima kecamatan tersebut.

Kasus ini sebenarnya pernah ditulis Hibata.id pada awal Februari lalu. Adapun uang keamanan yang harus disetor oleh setiap pemilik alat berat mencapai Rp 50 juta. Oca diduga sebagai pihak yang mengumpulkan dana tersebut.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, Oca juga diduga memiliki kaki tangan di lima kecamatan itu untuk mengumpulkan uang yang bisa disebut “Upeti” tersebut. Bahkan, ada oknum ASN bertugas di Dinas Perhubungan yang disinyalir jadi kaki tangan Oca.

Keberadaan Oca dalam konsorsium PETI ini semakin mempertegas dugaan adanya alur distribusi yang melibatkan pihak-pihak berpengaruh, sehingga memperkuat praktek pertambangan ilegal yang sudah berlangsung lama di wilayah tersebut.

Menanggapi itu, Yosar Ruiba Monoarfa alias Oca membantah semua tudingan yang dialamatkan kepadanya. Meski begitu, dirinya mengaku pengumpulan dana dari para penambang itu ada, tetapi hal tersebut untuk kepentingan program hilirisasi manfaat yang digagasnya sejak 2024.

Oca menjelaskan, saat ini pihaknya sedang berupaya untuk mengurus izin pertambangan rakyat (IPR), baik perorangan maupun kelompok. Pengajuan IPR itu, katanya untuk memberikan ruang kepada para penambang agar bisa mengolah emas secara resmi.

Namun, sembari menunggu upaya itu berhasil, kata Oca, sejak 2024 dirinya berinisiatif untuk melakukan pendekatan persuasif kepada para pelaku usaha tambang di Buntulia dan Patilanggio untuk bisa bersamai membuat langka hilirisasi manfaat.

Hilirisasi manfaat ini, kata Oca, berupa tanggung jawab non formal oleh rakyat yang berprofesi sebagai pelaku usaha tambang untuk masyarakat lingkar tambang. Seperti pemberian paket sembilan bahan pokok, pemberian bantuan pupuk pertanian.

Baca Juga:  Investasi Forex dengan Dana Desa, Kades dan Bendahara di Boalemo Jadi Tersangka

Dari segi lingkungan, kata Oca, hilirisasi manfaat ini bertujuan untuk melakukan normalisasi Daerah Aliran Sungai (DAS), pengangkutan sedimentasi, dan penutupan kubangan bekas galian tambang yang berdekatan dengan kompleks pemukiman warga setempat.

Di sisi kesehatan, katanya, pihaknya juga berencana memberikan bantuan bubuk untuk mengatasi kasus Malaria yang berada desa-desa sekitar PETI di Pohuwato. Katanya, semua langka itu dilakukan sebagai bentuk inisiatif yang dilakukan secara berkala.

“Langkah itu diambil untuk menunjukkan kepada publik bahwa meskipun pengajuan IPR sedang dimaksimalkan, paling tidak, pertambangan rakyat dan rakyat yang menambang harus dan wajib mendatangkan manfaat untuk masyarakat lingkar tambang,” kata Oca kepada Hibata.id.

Oca bilang, langka hilirisasi manfaat yang bisa disebut program ini sudah dilakukan PETI Dengilo dan Paguat sejak 2024. Ia bilang, upaya tersebut membuahkan hasil, walaupun belum maksimal.

“Meskipun begitu, skema hilirisasi manfaat tersebut masih memerlukan banyak perbaikan di berbagai aspek, termasuk pemerataan dan hal-hal terkait lainnya,” jelasnya.

Namun setidaknya, kata dia, sudah ada manfaat yang dibawa oleh penambang dari hulu ke hilir. Hal itu tidak dapat terwujud tanpa adanya gotong-royong dan rasa tanggung jawab bersama, terutama tanpa dukungan dana atau anggaran dari para pelaku usaha tambang rakyat.

Dana dari pelaku usaha rakyat penambang itulah yang, kata dia, sering kali disalahpahami sebagai upeti, pungli, atau hal-hal yang tidak jelas. Secara eksplisit, katanya, selama ini tidak ada pengumpulan dana gotong-royong yang bersifat terpaksa, baik dalam hal waktu maupun jumlah.

Baca Juga:  Muhammad Saleh Gasin: Dugaan Pemerasan Kapolres Bangkep Ancam Kredibilitas Penegakan Hukum

“Yang ada adalah penyadaran paksa dan pembinaan kepada mereka bahwa setiap masyarakat yang menambang di hulu seharusnya menyisihkan sebagian hasil penambangannya untuk urusan sosial dan lingkungan sampai IPR sudah resmi ada,” ucapnya.

Oca meluruskan informasi yang selama ini beredar mengenai dugaan bahwa uang dari para pelaku usaha mengalir secara bulanan ke oknum-oknum APH, oknum LSM, oknum wartawan, oknum aparat pemerintahan, dan sebagainya.

“Jika saya sebagai narasumber ditanya tentang informasi tersebut, saya akan jawab dengan tegas bahwa semua itu tidak benar,” tegasnya.

“Sebab, saya tegaskan lagi, pengumpulan dana tertentu dari para pelaku usaha tambang rakyat memang ada, namun peruntukannya murni untuk kegiatan sosial masyarakat di hilir, yang diserahkan baik dengan atau tanpa menggunakan proposal kegiatan tertentu,” sambungnya.

Akibat inisiator dari narasi gotong-royong yang digagasnya itu, maka hal tersebut mungkin yang menyebabkan beberapa orang menyebutnya sebagai koordinator atau memberikan sebutan lainnya.

“Area yang saya urusi untuk gotong-royong ini meliputi Dengilo, Marisa, Buntulia, dan Patilanggio. Sementara untuk Taluditi, saya masih dalam proses upaya menemui para pelaku usaha di sana untuk mendiskusikan niat dan cita-cita sosial awal,” ungkapnya.

Adapun untuk wilayah Popayato Barat seperti yang disebutkan dalam pemberitaan, kata dia, itu tidak benar, karena dirinya belum sampai ke sana. Bahkan, katanya, baru sebagian kecil pelaku usaha tambang rakyat yang benar-benar mendukung niat dan inisiatif ini.

“Masih lumayan banyak juga yang mengklaim dan mencatut sambil meminta dicatat bahwa mereka juga ikut berpartisipasi, padahal kenyataannya tidak,” katanya.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600