Scroll untuk baca berita
Kabar

Pemda Pohuwato Setengah Hati Menutup Tambang Emas Ilegal?

Avatar of Redaksi ✅
×

Pemda Pohuwato Setengah Hati Menutup Tambang Emas Ilegal?

Sebarkan artikel ini
Alat berat yang beroperasi di penambangan emas ilegal (PETI) di wilayah Desa Balayo, Kecamatan Patilanggio, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo. (Foto: Dok. Hibata.id)
Alat berat yang beroperasi di penambangan emas ilegal (PETI) di wilayah Desa Balayo, Kecamatan Patilanggio, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo. (Foto: Dok. Hibata.id)

Hibata.id – Pemerintah Kabupaten Pohuwato kembali dihadapkan pada dilema serius terkait aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang kian merajalela. Di balik kilauan emas yang menggiurkan, aktivitas tambang ilegal ini menyisakan kerusakan lingkungan, gangguan kesehatan, serta tragedi kemanusiaan yang tak bisa diabaikan.

Pada Rabu, 18 Juni 2025, Pemerintah Kabupaten Pohuwato melalui Kantor Camat Dengilo menggelar rapat lintas sektor membahas persoalan tambang emas ilegal. Rapat yang dipimpin Wakil Bupati Iwan S. Adam memutuskan menutup sementara seluruh aktivitas tambang di Kecamatan Dengilo tanpa batas waktu yang jelas.

Langkah ini diambil untuk menekan kerusakan lingkungan dan mencegah bencana kesehatan masyarakat. Pasalnya, angka kasus malaria yang melonjak—sebanyak 48 kasus di wilayah tersebut—diyakini berakar dari lubang bekas galian tambang yang menjadi sarang nyamuk.

“Tambang ilegal ini dilematis. Dilarang tidak, dibiarkan juga tidak. Tapi yang paling penting, semua pihak harus bertanggung jawab menekan dampak buruknya. Jangan sampai pemerintah harus turun dengan tindakan tegas karena fasilitas umum ikut rusak,” tegas Wakil Bupati Iwan.

Baca Juga:  Logo Milad HMI ke-78: Simbol Keimanan, Ilmu dan Kemakmuran

Rapat tersebut melibatkan unsur TNI-Polri, Kesbangpol, Dinas Lingkungan Hidup, kepala desa, tokoh adat, dan perwakilan penambang. Namun, Camat Dengilo Zakir Ismail mengeluhkan minimnya koordinasi dengan pelaku tambang.

“Entah kepada siapa kami harus meminta informasi dan berkoordinasi,” ujar Zakir Ismail.

Ketua Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Pohuwato, Limonu Hippy, mengingatkan DPRD melalui Komisi II telah membentuk panitia khusus untuk mengkaji persoalan tambang ilegal. Ia menekankan lubang bekas tambang harus segera ditimbun agar tidak menjadi ancaman bagi masyarakat.

“Kalau ingin dapat respons positif dari pemerintah, pelaku tambang harus menjaga fasilitas umum,” kata Limonu.

Dinas Lingkungan Hidup menegaskan pentingnya penegakan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2025 agar aktivitas tambang tidak merusak lingkungan. Kepala Kesbangpol menambah, seluruh aktivitas penambangan wajib dilaporkan dalam 1×24 jam dan mematuhi hukum adat setempat.

Desakan penindakan nyata juga datang dari sejumlah kepala desa. Kepala Desa Padengo meminta penutupan total tambang di lokasi yang merusak fasilitas umum. Kepala Desa Karya Baru mengusulkan pos pengawasan untuk mencegah aktivitas tambang ilegal berjalan sembunyi-sembunyi.

Baca Juga:  99 Dapur Sehat Dorong Program Gizi dan Ekonomi Lokal Gorontalo

Sementara itu, aparat TNI-Polri mengingatkan pentingnya penegakan hukum. Kapolsek Paguat menegaskan semua aktivitas tambang ilegal harus terlapor, meski kewenangan polisi terbatas di wilayah hutan adat. Danpos Komaril 1313-01 Paguat menyarankan penataan ulang area tambang agar penambang memahami aturan dan risiko hukum.

Pemda berencana melakukan penimbunan lubang bekas galian, perbaikan fasilitas umum, rehabilitasi lingkungan, normalisasi sungai, serta pemasangan baliho peringatan selama masa penutupan. Langkah ini diharapkan menjadi bagian edukasi dan penegakan hukum.

Namun, akankah penutupan ini berlaku menyeluruh untuk seluruh titik tambang ilegal di Pohuwato? Pertanyaan ini muncul menyusul tragedi terbaru di tambang ilegal Potabo, Desa Hulawa, Kecamatan Buntulia. Pada 5 Juni 2025, Nani Atune tewas tertimpa batu besar dari alat berat di lokasi tambang. Korban yang bukan penambang itu sedang buang air besar saat kejadian.

Baca Juga:  Danrem 133 Nani Wartabone Kunjungi Yonif 713 Satya Tama

Kepala Desa Hulawa, Erna Giasi, mengakui kawasan itu memang pusat tambang ilegal di bawah klaim Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), namun pengawasan dan standar keselamatan kerja minim.

Tragedi kematian Nani bukan yang pertama, bahkan berpotensi menjadi yang terakhir jika kondisi tidak berubah. PETI di Pohuwato terus menimbulkan korban jiwa, merusak fasilitas publik, dan mencabik alam, sementara para pemodal tambang terus beroperasi.

Lokasi aktivitas PETI tersebar di beberapa titik, antara lain: PETI Balayo (Kecamatan Patilanggio), PETI Hulawa (Buntulia), PETI Botubilotahu, Teratai, Bulangita (Marisa), PETI Popayato KM 18, dan PETI Desa Karya Baru–Popaya (Dengilo).

Publik kini menanti sikap tegas pemerintah daerah: akankah seluruh tambang ilegal di Pohuwato ditutup secara tuntas, ataukah langkah ini hanya menjadi gertakan yang berhenti di satu kecamatan? Sejauh ini, janji penertiban masih berujung rapat tanpa tindakan konkret. Sementara itu, nyawa dan lingkungan terus menjadi korban kerakusan.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel