Hibata.id – Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) kembali menyita perhatian publik, kali ini menyasar wilayah Komunal Desa Popaya, Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato. Kawasan yang seharusnya menjadi hunian sehat dan aman bagi warga kini berubah menjadi medan kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang ilegal yang makin menggila.
Ironisnya, meski situasi ini telah berlangsung lama dan meresahkan warga, tidak ada penindakan yang dilakukan aparat penegak hukum (APH). Hibata.id menghubungi Kapolsek Paguat, IPDA Kusno Ladjengke, untuk meminta tanggapannya soal tersebut. Namun, hingga berita ini diterbit, dirinya tak menanggapinya, seolah-oleh menutup mata dengan praktik ilegal tersebut.
Padahal, secara hukum, aktivitas tambang ilegal merupakan pelanggaran berat yang diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Pelaku dapat dikenai sanksi pidana penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
Namun, di lapangan hukum tersebut tampak seperti sekadar formalitas, tak mampu mengekang maraknya tambang ilegal. Selain merusak lingkungan, keberadaan tambang ilegal ini juga menimbulkan keresahan mendalam di masyarakat.
Terlebih lagi, wilayah Komunal Desa Popaya yang dibangun melalui program Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Pohuwato kini porak poranda akibat penggalian liar yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi namun sistematis.
Berdasarkan laporan tim Hibata.id pada Selasa, 27 Mei 2025, alat berat jenis excavator masih beroperasi aktif di sekitar kawasan perumahan Komunal. Getaran mesin dan suara deru alat berat mengguncang tanah Popaya setiap hari, tanpa henti, tanpa pengawasan, dan tanpa kepastian penegakan hukum.
“Wilayah komunal di Desa Popaya saat ini benar-benar dikepung aktivitas tambang emas tanpa izin,” ungkap seorang warga yang enggan disebut namanya. Ia mengaku sangat khawatir dengan keselamatan keluarganya, terutama menjelang musim hujan.
Kabid Perumahan dan Permukiman Kabupaten Pohuwato, Jen Kono, mengatakan pihaknya telah melakukan peninjauan lapangan dan menindaklanjuti laporan masyarakat terkait adanya galian tambang ilegal di sekitar kawasan komunal tersebut.
“Berdasarkan laporan masyarakat, telah terjadi penggalian di sekeliling lokasi rumah komunal Dengilo pada Senin sore, 19 Mei 2025. Keesokan paginya, saya bersama Kadis Perkim langsung melakukan investigasi ke lokasi,” jelas Jen Kono.
Peninjauan tersebut memperkuat kekhawatiran masyarakat. Ia membenarkan bahwa penggalian akibat PETI terjadi di sekitar rumah komunal Kecamatan Dengilo.
“Benar, lokasi di sekitar rumah komunal Kecamatan Dengilo telah terjadi penggalian yang dikhawatirkan berdampak negatif terhadap keberlangsungan kawasan rumah sehat komunal,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Jen Kono menyampaikan bahwa pihaknya juga berkomunikasi langsung dengan salah satu penghuni rumah sehat komunal. Pengakuan warga menunjukkan kondisi psikologis masyarakat yang sangat tertekan akibat aktivitas tambang ilegal.
“Warga merasa sangat resah, tidak nyaman, dan hidup dalam ketakutan. Mereka bahkan mengaku sulit tidur saat hujan karena khawatir terjadi longsor atau bencana lain akibat penggalian yang terus berlangsung di sekitar tempat tinggal mereka,” tuturnya.
Kini, masyarakat bertanya-tanya: sampai kapan aparat penegak hukum akan terus bungkam? Mengapa aktivitas yang jelas melanggar hukum dibiarkan berlarut-larut?
Sementara warga Desa Popaya terus menahan napas setiap malam menunggu keadilan, galian tambang semakin merobek tanah mereka. Di tengah suara mesin excavator yang terus meraung, hukum seolah dibisukan.