Hibata.id – Langit Kecamatan Bone siang itu tampak cerah berawan ketika Femmy Udoki baru saja menyapa warga Desa Ilohuuwa, Rabu 29 Oktober 2025.
Legislator DPRD Provinsi Gorontalo itu datang bukan sekadar membawa kabar. Tapi juga menampung keluh dan harap dari warga dalam masa reses pertama tahun sidang 2025–2026.
Warga menyambutnya dengan antusias. Ada harapan baru yang tumbuh di antara deretan kursi plastik.
Tapi di balik semangat itu, Femmy—sapaan akrabnya—menyadari tantangan terbesar, anggaran daerah yang tengah diperketat.
Dalam situasi serba terbatas, ia mencari celah. CSR perusahaan jadi kata kunci yang berulang ia sebut hari itu — sebuah strategi yang terdengar pragmatis di tengah realitas fiskal daerah yang ketat.
“Momentum reses ini tim saya mengundang tanpa memilih siapa yang memilih saya kemarin. Kalau, perlu semua bisa diakomodir, karena saya mewakili masyarakat. Bukan, hanya yang memilih saya,” tegas Femmy, disambut anggukan warga.
Aspirasi datang bertubi-tubi: perbaikan jalan tani, akses air bersih, bantuan untuk majelis taklim, hingga pembangunan masjid.
Warga bicara apa adanya, tanpa jargon birokrasi, sementara Femmy mencatat satu per satu dengan pena hitam di buku lapangannya.
Ia tahu, tak semua bisa dijawab lewat APBD. Maka ia pun menempuh jalur lain.
“Karena masih efisiensi besar-besaran begini, kayaknya masih susah untuk mendapatkan program pembangunan jalan desa. Tapi, nanti tetap saya akan koordinasikan itu menjadi wewenang kabupaten atau Provinsi. Atau tidak lewat CSR perusahaan yang ada di sini. Mereka juga menggunakan jalan juga,” tutur Femmy.
Yang dimaksudnya adalah PT Sel, perusahaan listrik tenaga mikrohidro yang beroperasi di sekitar desa.
Femmy melihat, keterlibatan korporasi melalui CSR bukan sekadar solusi sementara, tapi bentuk tanggung jawab sosial yang nyata—sesuatu yang selama ini kerap jadi jargon tanpa aksi.
Untuk urusan air bersih, Femmy juga menaruh perhatian serius.
“Masalah air bersih menjadi prioritas. Kami akan upayakan perbaikan saluran agar masyarakat kembali mudah mendapatkan air bersih,” katanya.
Sementara untuk permintaan bantuan keagamaan, Femmy memberi janji spesifik namun realistis.
“Untuk bantuan Masjid, saya bisa garansi tapi perbaikan khusus satu masjid di desa Ilohuuwa. Soalnya kuota itu masih sedikit,” ujarnya. Ia pun menambahkan, bantuan bagi majelis taklim kemungkinan baru bisa diperjuangkan pada anggaran tahun depan.
Reses semacam ini sejatinya bukan sekadar formalitas turun ke daerah pemilihan. Dalam cara Femmy berbicara, ada kesadaran bahwa politik yang baik adalah mendengar lebih dulu sebelum menjanjikan.
Ia paham, kehadiran wakil rakyat bukan hanya di gedung DPRD, tapi juga di tanah tempat rakyat menanam asa mereka.
Di akhir pertemuan, Femmy menutup catatannya, menatap warga satu per satu.
“Kami ingin setiap aspirasi menemukan jalan keluar, meski dengan keterbatasan anggaran. Kolaborasi dengan perusahaan melalui CSR adalah langkah realistis,” tutupnya.













