Nusantara

Ritual Me’eraji di Gorontalo, Tradisi Isra Mikraj yang Sarat Nilai Religius

×

Ritual Me’eraji di Gorontalo, Tradisi Isra Mikraj yang Sarat Nilai Religius

Sebarkan artikel ini
Me’eraji merupakan ritual pembacaan naskah beraksara Arab yang ditulis dalam bahasa Gorontalo/Hibata.id
Me’eraji merupakan ritual pembacaan naskah beraksara Arab yang ditulis dalam bahasa Gorontalo/Hibata.id

Hibata.id – Masyarakat Muslim di Provinsi Gorontalo memiliki tradisi unik setiap menyambut Isra Mikraj, yaitu Me’eraji. Tradisi ini rutin digelar pada 27 Rajab dan kerap menjadi penanda Ramadan yang segera tiba.

Me’eraji merupakan ritual pembacaan naskah beraksara Arab yang ditulis dalam bahasa Gorontalo. Naskah tersebut harus selesai dibaca hingga sepertiga malam oleh para sesepuh agama secara bergantian.

“Pembacaan naskah ini menjadi momen istimewa bagi masyarakat. Tradisi ini sudah berlangsung sejak Islam masuk ke Gorontalo,” ujar Jon Daud, salah satu pembaca naskah tersebut.

Baca Juga:  Polwan Gorontalo Raih Juara 1 Lomba Keagamaan Solo Lagu Kristiani

Selain 27 Rajab, tradisi ini juga dilakukan saat malam Nisfu Syaban. Kumandang Me’eraji dari masjid-masjid kerap menghadirkan suasana sukacita bagi masyarakat.

“Kalau sudah terdengar kumandang Me’eraji, itu tanda Ramadan sudah dekat. Masyarakat langsung bersiap menyambut bulan suci,” kata Rostin.

Tradisi ini tidak dilakukan sembarangan. Ali Suge, seorang tokoh masyarakat, menjelaskan bahwa pelaksanaan Me’eraji membutuhkan persiapan khusus.

Para pelaku ritual wajib menyediakan kemenyan, bara api, meja kecil, kain putih sebagai penutup kepala, serta segelas air putih.

Baca Juga:  Cara Unik Pasar Hewan di Bone Bolango Pikat Pembeli Jelang Idul Adha

Naskah yang dibacakan dalam Me’eraji sarat pesan moral, pelajaran agama, dan etika.

“Di dalamnya ada nilai-nilai budi pekerti yang mengajak kita untuk menjaga hubungan baik dengan sesama dan dengan Sang Pencipta,” ungkap Ali, tokoh adat Gorontalo.

Bagi masyarakat Gorontalo, Me’eraji bukan sekadar tradisi, tetapi juga dipercaya sebagai ritual penolak bala. Misalnya, saat terjadi wabah COVID-19 atau bencana alam, tradisi ini diyakini mampu mendatangkan berkah dan keselamatan.

“Me’eraji dipercaya membawa rezeki dan menolak bala, terutama di saat-saat sulit seperti sekarang,” tambah Ali.

Baca Juga:  Lapangan Buntulia Bersinar dalam Malam Tumbilotohe

Meski zaman terus berubah, tradisi ini tetap dipertahankan, terutama di wilayah pedesaan. Bahkan, generasi muda Gorontalo turut berpartisipasi dalam Me’eraji sebagai upaya melestarikan budaya leluhur.

“Anak-anak muda sekarang juga antusias mengikuti Me’eraji. Mereka ingin merasakan kekhidmatan tradisi ini,” ujarya.

Di tengah modernisasi, Me’eraji tetap menjadi kebanggaan masyarakat Gorontalo, menegaskan identitas budaya lokal yang penuh nilai religius dan spiritual.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600