Scroll untuk baca berita
HeadlineKabar

SBIPE Kecam PT Huadi yang Merumahkan 350 Buruh Secara Sepihak

×

SBIPE Kecam PT Huadi yang Merumahkan 350 Buruh Secara Sepihak

Sebarkan artikel ini
Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) saat melakukan aksi demonstrasi di depan gerbang utama kawasan industri. (Foto: SBIPE KIBA)
Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) saat melakukan aksi demonstrasi di depan gerbang utama kawasan industri. (Foto: SBIPE KIBA)

Hibata.id – Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) menyatakan kecaman keras terhadap kebijakan PT Huadi Nickel Alloy Indonesia yang merumahkan 350 buruh secara sepihak. Langkah ini berlaku efektif sejak 1 Juni 2025 dan dinilai tanpa dasar hukum yang sah.

Sebagai bentuk perlawanan, ratusan buruh yang tergabung dalam SBIPE menggelar aksi demonstrasi di depan gerbang utama kawasan industri pada Kamis (3/7/2025), untuk menuntut perusahaan membatalkan kebijakan sepihak tersebut.

Scroll untuk baca berita

Menurut pernyataan resmi SBIPE, keputusan merumahkan buruh dilakukan tanpa ada dialog bipartit antara manajemen dan serikat buruh. Hak-hak pekerja selama masa dirumahkan pun masih menggantung, termasuk kepastian soal pembayaran upah.

“Istilah ‘dirumahkan’ yang digunakan PT Huadi tidak memiliki landasan hukum dalam regulasi ketenagakerjaan. Ini bentuk manipulasi untuk menghindari kewajiban membayar upah,” ujar Junaid Judda, Ketua SBIPE KIBA.

Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 93 ayat (2) menegaskan bahwa pekerja yang tidak dapat bekerja bukan karena kesalahannya tetap berhak atas upah penuh. Namun, hingga awal Juli 2025, belum ada kepastian dari PT Huadi mengenai hak pembayaran bagi 350 buruh tersebut.

Baca Juga:  Harga Emas Antam Stagnan di Awal Pekan 19 Agustus

Pola Eksploitasi yang Berulang

Ini bukan kali pertama perusahaan nikel asal Tiongkok itu berseteru dengan buruh. Sejak Desember 2024, PT Huadi disebut-sebut telah beberapa kali melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak tanpa prosedur yang benar dan tanpa menyelesaikan hak-hak normatif para buruh.

Menurut data SBIPE, praktik lembur selama 4 jam per hari yang dijalani buruh selama 20 hari per bulan, tak pernah dibayarkan penuh. Bahkan hingga pertengahan 2025, perusahaan disebut masih membayar upah di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) yang berlaku di Sulawesi Selatan.

Puncaknya terjadi pada 25 Juni 2025. Manajemen PT Huadi menggelar pertemuan tertutup di Pos 1 dengan sejumlah pemimpin unit kerja dari Tahap Satu (T1) dan Tahap Dua (T2). Hadir dalam rapat tersebut di antaranya Manager HRD PT Huadi, Andi Adrianti Latippa; HR Yatai T1, Sunardilla; dan HR Wuzhou T2, Rey.

Baca Juga:  Modus Jual-Beli Rekening Judi Online Dibongkar PPATK

Lima hari kemudian, para pemimpin unit diminta menyampaikan keputusan perusahaan: 350 buruh tidak diperbolehkan masuk kerja selama tiga bulan mulai 1 Juli 2025. Tanpa surat resmi. Tanpa kesepakatan bersama. Tanpa jaminan upah.

“Ini bentuk pengambilan keputusan yang cacat hukum. Tak hanya melanggar etika hubungan industrial, tapi juga secara terang-terangan bertentangan dengan undang-undang,” tegas Junaid Judda

Lima Tuntutan Serikat Buruh

Atas pelanggaran yang dianggap sistematis dan disengaja tersebut, SBIPE bersama Federasi Serikat Pekerja BUMN (FSPBI) menyampaikan lima tuntutan:

  1. Batalkan kebijakan sepihak merumahkan buruh, dan segera bayarkan secara penuh seluruh upah dan tunjangan bagi 350 buruh T2 yang dirumahkan.
  2. Bayarkan seluruh kekurangan upah lembur secara menyeluruh kepada semua buruh PT Huadi Nickel Alloy Indonesia.
  3. Segera berlakukan dan penuhi ketentuan UMP 2025, serta bayarkan kekurangan upah dari Januari hingga Juni 2025.
  4. Pemerintah, khususnya Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bantaeng dan Provinsi Sulsel, harus turun tangan, lakukan pemeriksaan menyeluruh, dan tegakkan hukum ketenagakerjaan secara transparan.
  5. DPRD Kabupaten Bantaeng harus segera membentuk panitia khusus (Pansus) untuk mengusut praktik pelanggaran hukum dan eksploitasi buruh oleh PT Huadi.
Baca Juga:  Dana BOS Hilang Misterius, Gaji Honorer SDN 56 Kota Gorontalo Tertunda

Solidaritas dari Morowali

Ketua Umum SBIPE IMIP Morowali, Henry, menyatakan dukungan penuh terhadap perjuangan rekan-rekan buruh di Bantaeng. Ia mengecam keras kebijakan PT Huadi dan menyerukan agar pemerintah pusat, khususnya pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, turun tangan.

“Kami mendesak agar perusahaan mencabut kebijakan merumahkan buruh secara sepihak dan membuka ruang dialog dengan serikat buruh,” ujar Henry dalam pernyataan resminya.

SBIPE berkomitmen mengawal kasus ini secara hukum dan menyerukan solidaritas dari seluruh elemen masyarakat untuk menegakkan keadilan dan melindungi hak-hak pekerja yang terus tergerus di tengah derasnya investasi asing di sektor industri berat.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600