Hibata.id – Nama Asriadi Batalipu mendadak jadi sorotan setelah disebut-sebut sebagai aktor utama di balik aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di Sungai Dopalak, Kecamatan Paleleh, Kabupaten Buol. Pria ini diduga kuat sebagai pemodal utama sekaligus pengendali operasional tambang ilegal yang melibatkan alat berat di PETI Sungai Dopalak.
Informasi dari warga dan aktivis lingkungan menyebutkan bahwa Asriadi telah lama beroperasi di wilayah Paleleh dan sekitarnya. Ia dikenal memiliki jaringan yang kuat, baik secara ekonomi maupun kedekatan dengan oknum aparat dan tokoh lokal.
“Asriadi bukan pemain baru. Ia dikenal sebagai salah satu cukong tambang yang punya kekuatan logistik dan perlindungan. Aktivitas alat berat di Sungai Dopalak tidak mungkin terjadi tanpa peran besar orang seperti dia,” ujar seorang sumber dari jaringan masyarakat sipil yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Dalam operasi penertiban yang dilakukan Polres Buol pada 30 Juni 2025, tiga unit alat berat—dua ekskavator dan satu mesin dompeng—disegel karena diduga digunakan untuk menambang emas secara ilegal. Namun, garis polisi pada alat berat tersebut kemudian diketahui dilepas tanpa penjelasan yang meyakinkan, memicu kemarahan dan kecurigaan warga.
Nama Asriadi mencuat dalam sejumlah percakapan warga sebagai pemilik atau penyewa alat berat tersebut. Beberapa bahkan menyebut ia diduga sudah beroperasi sejak awal tahun dengan dukungan penuh dari oknum aparat di lapangan.
“Semua orang di sini tahu siapa yang punya alat berat itu. Tapi tidak ada yang berani bicara karena dia punya backing kuat. Sekali orang sebut nama Asriadi, bisa-bisa ada tekanan,” ungkap salah satu tokoh masyarakat Paleleh.
Meski namanya ramai disebut dalam berbagai laporan warga dan investigasi lapangan, hingga kini belum ada pernyataan resmi dari kepolisian mengenai status hukum Asriadi Batalipu. Pihak Polres Buol belum menyampaikan apakah Asriadi masuk dalam daftar penyelidikan atau tidak.
Kondisi ini memicu pertanyaan besar dari masyarakat dan pegiat lingkungan. Apalagi, pelepasan garis polisi dari alat berat di lokasi tambang terjadi secara diam-diam, yang semakin memperkuat dugaan adanya intervensi pihak berkepentingan.
“Kalau aparat serius, seharusnya mereka sudah memanggil Asriadi untuk dimintai keterangan. Tapi yang terjadi justru pembiaran. Ini bisa berarti dua hal: takut atau terlibat,” ujar warga.
Warga dan aktivis mendesak Polda Sulawesi Tengah untuk segera mengusut tuntas keterlibatan Asriadi Batalipu dan membongkar seluruh jaringan yang terlibat. Mereka juga meminta transparansi proses penyelidikan serta jaminan bahwa hukum ditegakkan tanpa pandang bulu.
“Publik menunggu langkah tegas. Jika Asriadi terbukti terlibat, maka tidak cukup hanya mengamankan alat berat. Ia harus ditangkap dan diadili,” katanya.
Hibata.id menghubungi Asriadi Batalipu melalui pesan WhatsApp pribadinya untuk mempertanyakan dirinya diduga menjadi mafia PETI di sungai Dopalak. Namun, hingga berita ini diterbitkan, dirinya tak merespon.