Hibata.id — Sidang perkara dugaan penyimpangan bantuan sosial (bansos) dengan terdakwa Hamim Pou, mantan Bupati Bone Bolango, terus bergulir di Pengadilan Negeri Gorontalo.
Dalam persidangan yang telah berlangsung selama tiga bulan itu, sejumlah saksi kunci membantah adanya potongan dana bansos sebagaimana didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Majelis hakim menggali keterangan dari para penerima bantuan yang terdiri dari mahasiswa, pengurus masjid, hingga warga umum. Mayoritas saksi menyatakan menerima dana secara utuh tanpa potongan.
“Alhamdulillah, saya terima bantuan itu penuh. Dana tersebut sangat membantu saya melanjutkan kuliah,” ungkap seorang mahasiswa saat memberikan kesaksian di persidangan, Selasa (3/6/2025).
Sejumlah pejabat daerah seperti bendahara, kepala dinas, serta penerima bantuan lainnya juga bersaksi bahwa bantuan tersebut tercantum dalam dokumen resmi, mulai dari APBD hingga DPA SKPD, dan disalurkan tanpa intervensi dari kepala daerah.
Tak Ada Kerugian Negara, Kata BPK dan BPKP
Saksi ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dihadirkan JPU menyatakan tidak menemukan bukti keterlibatan langsung Hamim Pou dalam penyimpangan dana.
Sementara itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan auditnya menyebut tidak ada kerugian negara dalam kasus ini. Temuan yang ada hanya bersifat administratif.
“Jika tidak ada penerima yang dirugikan dan anggaran resmi tercatat dalam APBD, maka tuduhan kerugian negara perlu dipertimbangkan kembali,” kata seorang akademisi Universitas Negeri Gorontalo.
Sejumlah pengamat hukum di Gorontalo menilai kasus ini berpotensi sebagai bentuk kriminalisasi kebijakan. Mereka menyebut banyak kepala daerah kini enggan menyalurkan bansos karena khawatir dijerat hukum, meski niatnya membantu masyarakat.
“Banyak anak putus sekolah yang akhirnya bisa kuliah berkat bansos. Jika kepala daerah takut memberi bantuan, siapa yang rugi?” ujar seorang pengacara publik yang mengikuti jalannya persidangan.
Jejak Prestasi Hamim Pou di Bone Bolango
Hamim Pou menjabat Bupati Bone Bolango selama 13 tahun. Selama kepemimpinannya, kabupaten ini 11 kali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK, mencatat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tertinggi di Provinsi Gorontalo, serta menjadi pelopor digitalisasi birokrasi di Indonesia Timur.
Ia membangun Rumah Sakit Toto, Mal Pelayanan Publik, serta berbagai fasilitas olahraga dan pelayanan publik seperti GOR Boludawa, GOR Harapan dan Prestasi, hingga The Center Point (The Bright Gate), ikon baru Bone Bolango.
Hamim juga membuka akses ke desa-desa terisolasi, merevitalisasi Danau Perintis, membangun ribuan rumah layak huni, dan membagikan lebih dari 10.000 ekor ternak untuk memperkuat ekonomi desa serta ketahanan pangan keluarga.
Di Kecamatan Pinogu, kawasan terpencil dalam Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, ia memulai pembangunan jalan, menghadirkan listrik, serta mempopulerkan Kopi Pinogu hingga mendapat pengakuan nasional dan tercatat dalam Rekor MURI.
Di bidang pemerintahan, Bone Bolango meraih predikat BB (Sangat Baik) dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) selama lima tahun berturut-turut. Penghargaan Adipura pun diraih sebagai bukti komitmen pada tata kelola lingkungan yang berkelanjutan.
“Panglima Anak Yatim” dan Penghargaan Nasional
Di bidang sosial, Hamim dikenal sebagai penggagas Hari Anak Yatim di Bone Bolango. Kepeduliannya membuat warga menyebutnya sebagai “Panglima Anak Yatim”. Ia juga memfasilitasi kehadiran Universitas Negeri Gorontalo di Bone Bolango dan dua kali menerima Satya Lencana Pembangunan dari Presiden Republik Indonesia.
“Saya tidak pernah meminta ujian ini. Tapi mungkin ini cara Allah menguji: apakah saya tetap jujur meski tidak dipercaya, tetap tenang meski diguncang,” kata Hamim Pou lirih usai persidangan.
Sidang berikutnya dijadwalkan akan menghadirkan ahli pidana. Meski berstatus terdakwa, bagi banyak warga Bone Bolango, Hamim Pou tetap dianggap sebagai pemimpin yang membela rakyatnya.