Scroll untuk baca berita
HeadlineKabar

Sudut Gelap Pohuwato: Ketika Gubuk Nai Mustafa Tak Tersentuh Negara

×

Sudut Gelap Pohuwato: Ketika Gubuk Nai Mustafa Tak Tersentuh Negara

Sebarkan artikel ini
Rumah Nai Mustafa yang ada di Dusun Mootilango, Desa Ayula, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo. (Foto: Dok. Hibata.id)
Rumah Nai Mustafa yang ada di Dusun Mootilango, Desa Ayula, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo. (Foto: Dok. Hibata.id)

Hibata.id – Di tengah gencarnya slogan pemerataan pembangunan dan penyaluran bantuan sosial yang kerap dijadikan kebanggaan oleh para pejabat, pemandangan miris justru terpampang nyata di pelosok Gorontalo. Di Dusun Mootilango, Desa Ayula, Kecamatan Randangan, Kabupaten Pohuwato, seorang lansia bernama Nai Mustafa harus bertahan hidup di gubuk reot yang nyaris roboh, seolah tak pernah tersentuh tangan negara.

Rumah Nai Mustafa hanya seukuran sekitar 3 x 4 meter. Jika kata “rumah” masih layak disematkan, maka bangunan tersebut hanyalah pondok darurat yang dindingnya dirangkai dari kulit sisa pohon kelapa dan lembaran tripleks tipis yang sudah lapuk dimakan hujan. Atapnya pun tak kalah memprihatinkan — disusun dari daun rumbia yang bolong di sana-sini, dibiarkan meneteskan air hujan ke dalam ruangan yang sempit itu.

Scroll untuk baca berita

Tak ada lantai keramik, tak ada kasur empuk, apalagi pintu yang kokoh. Ketika angin bertiup kencang atau hujan mengguyur deras, Nai hanya bisa berdoa agar bilik rapuhnya tidak ambruk di atas tubuh renta yang kian melemah termakan usia.

Baca Juga:  Satu Alat Berat Dikabarkan Disegel di PETI Bulangita, Diduga karena Tak Bayar Uang “Atensi”

Ironisnya, pemandangan getir ini justru muncul di saat para pejabat daerah kerap berkoar soal program penanggulangan kemiskinan, pembangunan rumah layak huni, hingga renovasi rumah tidak layak yang menelan anggaran ratusan juta rupiah setiap tahun.

Penjabat Kepala Desa Ayula, Narjo Blongkod, membenarkan kondisi memilukan tersebut. Saat dikonfirmasi wartanesia.id pada Jumat (4/7/2025), Narjo mengaku pihak desa sudah berulang kali berusaha mengajukan bantuan.

“Iya, beliau warga kami. Sudah lama tinggal di rumah itu. Kami dari pihak desa sebenarnya sudah beberapa kali mengajukan bantuan, tapi hasilnya belum ada sampai sekarang,” ungkap Narjo.

Menurut Narjo, Pemerintah Desa Ayula telah mengajukan permohonan bantuan pembangunan rumah layak huni melalui berbagai jalur, mulai dari program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) ke Pemerintah Provinsi Gorontalo hingga ke Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim).

Baca Juga:  FORMALINTANG Pohuwato Akan Blokade Kantor MDKA Group di Jakarta

Tak berhenti di situ, sekitar dua bulan lalu proposal serupa juga diajukan ke Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Pohuwato. Namun lagi-lagi, hingga berita ini ditulis, rumah Nai Mustafa masih tetap berdiri ringkih di tengah hempasan cuaca.

“Kami juga pernah coba bantu melalui dana desa untuk swadaya, tapi beliau tidak sanggup menanggung biaya pengerjaannya. Kami pun terbatas,” kata Narjo.

Untuk bertahan hidup, Nai Mustafa hanya mengandalkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah desa. Bantuan yang nominalnya tidak seberapa itu, tentu jauh dari cukup untuk memperbaiki rumah, apalagi menopang kebutuhan harian.

Kisah Nai Mustafa menjadi tamparan keras di tengah hingar-bingar klaim suksesnya program pengentasan kemiskinan di Provinsi Gorontalo. Potret rapuh rumah Nai adalah bukti bahwa jargon “rumah layak huni untuk semua” belum sepenuhnya menjangkau sudut-sudut pelosok di Pohuwato.

Baca Juga:  Anak Kolong, Film Nasionalisme Untuk Generasi Muda

Seolah berbanding terbalik dengan laporan capaian pembangunan, fakta di lapangan menunjukkan masih banyak warga lansia, janda, dan keluarga miskin yang terpaksa bertahan hidup di gubuk reyot, rumah yang seharusnya menjadi tempat berteduh, justru nyaris roboh menelan penghuninya.

Hingga saat ini, publik masih menanti keseriusan pemerintah daerah, provinsi hingga pusat untuk membuka mata. Satu Nai Mustafa adalah cermin dari ratusan, bahkan ribuan warga di Gorontalo yang luput dari data valid dan perhatian nyata.

Selagi proposal hanya jadi berkas menumpuk di meja birokrasi, Nai Mustafa tetap menatap langit bocor di atas kepalanya, menunggu keajaiban di sisa usianya yang kian senja.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600