Scroll untuk baca berita
Opini

Tambang Ilegal di Pohuwato: Solusi Palsu, Kosmetik Kepalsuan, dan Aparat Mati Suri

Avatar of Hibata.id✅
×

Tambang Ilegal di Pohuwato: Solusi Palsu, Kosmetik Kepalsuan, dan Aparat Mati Suri

Sebarkan artikel ini
Kolase foto - Rosikhul Papempang | Kabid PTKP Komisariat Hukum HMI Cabang Pohuwato/Hibata.id
Kolase foto - Rosikhul Papempang | Kabid PTKP Komisariat Hukum HMI Cabang Pohuwato/Hibata.id

Penulis: Rosikhul Papempang | Kabid PTKP Komisariat Hukum HMI Cabang Pohuwato

Pohuwato saat ini berada di titik nadir kehancuran ekologis. Sungai-sungai yang dahulu jernih kini berubah keruh, penuh lumpur dan sedimentasi. Semua ini bukan bencana alam, melainkan akibat langsung dari kerakusan pertambangan tanpa izin (PETI) yang merajalela di kabupaten ini.

Scroll untuk baca berita
Screenshot 2025 11 09 100541

Lebih memuakkan lagi, pelaku perusak lingkungan itu kini hadir dengan wajah suci, pura-pura menjadi penyelamat. Mereka membawa agenda “normalisasi sungai” dan “pengangkutan sedimentasi” seolah-olah itu solusi. Padahal, semua itu hanyalah kosmetik kepalsuan. Mereka yang merusak, mereka pula yang berpura-pura memperbaiki.

Apakah ini solusi? Tentu tidak. Ini sekadar kamuflase untuk menutupi kejahatan mereka. Masyarakat diberi suguhan pencitraan, sementara akar masalah dibiarkan membusuk. Sungai tetap tercemar logam berat, tanah tetap tandus, hutan terus digunduli. Apa gunanya normalisasi sesaat jika mesin-mesin tambang ilegal masih beroperasi siang dan malam dengan perlindungan segelintir elite?

Baca Juga:  PETI dan Legislator: Wajah Gelap Kekuasaan di Pohuwato

Ironisnya, para penambang ilegal sering tampil sebagai “dermawan”: membagi sembako, menyumbang pembangunan masjid, mensponsori acara daerah, hingga menyuap tokoh lokal. Inilah bentuk nyata rekayasa sosial—menciptakan kebaikan semu untuk menutupi kehancuran nyata. Mereka membeli citra dengan uang kotor hasil tambang, sementara warga di sekitar sungai dipaksa menelan racun dalam air minum mereka sendiri.

Lebih parah lagi, jaringan PETI ini tidak berdiri sendiri. Ada oknum aparat, politisi, dan pengusaha lokal yang ikut bermain. Tak heran jika hukum yang seharusnya melindungi rakyat justru dipelintir untuk melindungi penjahat lingkungan. Razia tambang? Hanya seremonial. Yang ditangkap? Buruh kecil, sopir alat berat, pekerja lapangan. Sementara pemodal besar, otak di balik kerusakan ini, tetap aman bahkan dielu-elukan sebagai donatur pembangunan.

Baca Juga:  Ketegangan di Asia Timur dan Urgensi Respon Diplomasi Indonesia Ditinjau dari Perspektif Komunikasi Politik dan Media Massa

Inilah wajah asli penegakan hukum di Pohuwato: bukan hanya buta, melainkan mati suri. Kapolres dan aparat lain seakan tak berdaya, atau sengaja menutup mata, membiarkan tambang ilegal berkeliaran bebas. Apakah aparat hanya berani menindak rakyat kecil, tetapi tiarap di hadapan cukong tambang? Jika benar demikian, maka ini pengkhianatan terhadap konstitusi dan rakyat.

Kami, mahasiswa dan masyarakat yang masih peduli pada tanah, air, dan masa depan Pohuwato, sering dianggap pengganggu pembangunan ketika menyuarakan kritik. Suara kami dibungkam, perjuangan kami dicap sebagai hambatan. Padahal yang kami lakukan adalah wujud cinta terhadap bumi Panua. Hak atas lingkungan hidup yang sehat adalah hak dasar, bukan hadiah dari pengusaha tambang.

Jika praktik tambang ilegal terus dimaklumi hanya karena kontribusi sosial yang mereka pamerkan, maka kehancuran tidak hanya menimpa lingkungan, tetapi juga moral dan keadilan sosial. Kita sedang diarahkan untuk percaya bahwa perusak adalah penyelamat, bahwa kejahatan bisa ditebus dengan uang. Ini penipuan sistematis terhadap rakyat Pohuwato.

Baca Juga:  Branding dan Identitas Jaket Transportasi Online Maxim di Gorontalo

Karena itu, jangan lagi kita tertipu dengan solusi palsu yang ditawarkan para perusak. Jangan biarkan kosmetik kepalsuan menutup mata kita dari kenyataan bahwa setiap tetes air sungai yang keruh adalah bukti kejahatan mereka.

Sudah saatnya penegakan hukum menargetkan pemodal tambang ilegal, menyita alat berat mereka, dan memberi sanksi tanpa kompromi. Jika tidak, Pohuwato akan terus dirusak perlahan-lahan, dan kita hanya akan menjadi generasi yang mewariskan tanah gersang, air beracun, serta udara kotor kepada anak cucu kita.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel