Hibata.id – Suasana malam di Balai Kota Gorontalo, Selasa, 29 Mei 2024, berbeda dari biasanya. Jarum jam sudah melewati pukul 19.30 WITA ketika Wakil Wali Kota Gorontalo, Indra Gobel, membuka rapat evaluasi perencanaan dan penganggaran. Tapi alih-alih sekadar formalitas birokrasi, forum ini menjelma menjadi ruang autokritik, dengan satu pesan utama: pelayanan publik harus dibenahi dari hulunya—perencanaan.
Didampingi Sekretaris Daerah Ismail Madjid dan jajaran kepala organisasi perangkat daerah (OPD), Indra Gobel menggulirkan tiga pisau analisis: uji desain, efektivitas, dan efisiensi. Evaluasi itu, kata dia, bukan semata-mata soal angka atau serapan anggaran. “Kita tidak bisa lagi bekerja dengan pola lama. Evaluasi ini untuk memastikan program bukan hanya dijalankan, tapi juga berdampak dan menyentuh kebutuhan riil masyarakat,” ujar Indra dalam arahannya.
Sasaran utama: layanan kesehatan. Gobel menegaskan rumah sakit harus berbenah, tidak hanya dari sisi teknis medis, tetapi juga dalam hal kenyamanan dan keramahan terhadap pasien. “Jangan hanya bicara operasional. Bagaimana membuat pasien merasa nyaman? Itu yang harus jadi perhatian. Tingkatkan hospitality-nya,” katanya, tajam. Ia mendesak OPD menetapkan target konkret, bukan sekadar rutinitas tahunan yang berulang.
Instruksi itu langsung disambar Kepala Dinas Kesehatan Kota Gorontalo, Muhammad Kasim. Ia mengakui ada celah dalam pengelolaan anggaran sektor kesehatan yang belum efisien. “Kami menyadari masih ada kekurangan dalam efektivitas anggaran. Ini jadi PR besar kami. Ke depan, kami akan rancang program yang lebih fokus dan selaras dengan arah kebijakan,” ucapnya.
Di sisi lain, Sekda Ismail Madjid menegaskan arah pembangunan Kota Gorontalo sebagai kota jasa menempatkan dua sektor sebagai jantung pelayanan: pendidikan dan kesehatan. “Setiap OPD harus memastikan program mereka sejalan dengan misi kota ini. Jangan lari sendiri-sendiri,” kata Ismail.
Rapat malam itu boleh saja berakhir, tapi pekerjaan rumah yang ditinggalkannya jelas tak ringan. Evaluasi ini bukan akhir, tapi pangkal perubahan. Pemerintah Kota Gorontalo berharap, dari ruang-ruang seperti inilah kebijakan lahir bukan hanya berdasarkan asumsi, melainkan data dan kesadaran penuh akan siapa yang harus dilayani: warga kota.