Hibata.id – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badko Sulawesi Utara dan Gorontalo (SulutGo) kembali bersuara lantang terkait peredaran rokok ilegal di Gorontalo.
Dalam aksi aksi unjuk rasa di depan Kantor Bea Cukai Gorontalo, Selasa (17/12/2024), HMI menuntut langkah konkret dari otoritas terkait.
Ketua Bidang Hukum, Pertahanan, dan Keamanan HMI Badko SulutGo, Harun Alulu, menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi mingguan terhadap beberapa instansi yang dinilai memiliki keterkaitan dengan maraknya peredaran rokok ilegal di daerah tersebut.
“Kami menemukan fakta-fakta di lapangan, termasuk bukti bahwa salah satu marketplace seperti Shopee menjadi media penghubung antara pemasok dan distributor,” kata Harun.
Harun juga menyoroti lemahnya pengawasan di titik-titik strategis seperti Bandara Djalaluddin Gorontalo dan pelabuhan. Meski pihak Bea Cukai telah mengonfirmasi penggunaan jasa ekspedisi di lokasi tersebut, langkah preventif dinilai belum memadai.
“Kami mengecam Bea Cukai yang hanya berani menindak pedagang kecil, tetapi tidak menyentuh pemasok utama. Padahal, pengawasan di pelabuhan, bandara, dan perbatasan seharusnya bisa lebih ketat,” tegasnya.
Ia bahkan menduga adanya kelalaian atau keterlibatan oknum dalam praktik ini.
“Dengan pengamanan ketat, bagaimana mungkin rokok ilegal tetap bisa lolos? Ini mengindikasikan adanya konspirasi, baik dari aviation security maupun pihak lain,” tambah Harun.
Tuntutan dan Langkah Advokasi
HMI Badko SulutGo mendesak pertanggungjawaban dari Bea Cukai, Polda Gorontalo, DPRD Provinsi Gorontalo, Dinas Perhubungan, Otoritas Bandara, serta Dinas Perdagangan.
Harun menegaskan bahwa pihaknya akan melanjutkan advokasi untuk memastikan adanya langkah konkret setelah aksi ini.
“Kami tidak akan berhenti di sini. Evaluasi akan terus dilakukan setiap minggu,” tandasnya.
Di sisi lain, Ketua Bidang Ekonomi dan Partisipasi Pembangunan Daerah HMI Badko SulutGo menyoroti kerugian negara akibat rokok ilegal.
Dalam data yang dirilis Bea Cukai, kerugian mencapai Rp317,8 juta dari satu kali penindakan.
“Jika penanganan ini tidak dimaksimalkan, otomatis stakeholder terkait tidak mendukung pembangunan di Provinsi Gorontalo,” ungkapnya.
Ia menambahkan, pendapatan negara dari cukai seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur di Gorontalo. Namun, lemahnya pengawasan justru melemahkan kontribusi sektor ini.
Dengan tingkat kemiskinan di Gorontalo yang masih berada pada angka 14,58% di tahun 2024, HMI mengingatkan semua pihak untuk lebih serius dalam menangani isu ini.
“Pajak dan cukai menyumbang 77% dari APBN. Jika sektor cukai tidak maksimal, visi Presiden Prabowo Subianto untuk mempercepat pembangunan bisa terganggu,” jelasnya.
Aksi ini, menurut HMI, adalah bentuk kontrol terhadap pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang mendukung pembangunan, khususnya pada sektor ekonomi dan pendapatan negara.
“Kami ingin memastikan pemerintah benar-benar serius menangani peredaran rokok ilegal yang merugikan negara dan masyarakat,” tutupnya.