Hibata.id – Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan eksepsi PT Tempo Inti Media Tbk atas gugatan Menteri Pertanian Amran Sulaiman terkait sampul berita bertajuk “Poles-poles Beras Busuk”.
Dalam putusan sela yang dibacakan pada Senin, 17 November 2025, pengadilan menyatakan tidak berwenang memeriksa gugatan tersebut karena termasuk sengketa pers.
Putusan perkara Nomor 684/Pdt.G/2025/PN Jkt.Sel. ditandatangani oleh Ketua Majelis Hakim Sulistyo Muhammad Dwi Putro bersama dua hakim anggota I Ketut Darpawan dan Sri Rejeki Marsinta.
Dalam amar putusan, majelis hakim juga mewajibkan Kementerian Pertanian membayar biaya perkara sebesar Rp240 ribu.
Perkara berawal pada Mei 2025, saat Ketua Kelompok Substansi Strategi Komunikasi dan Isu Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Pertanian, Wahyu Indarto, mengadukan poster berita edisi 16 Mei 2025 ke Dewan Pers dengan keberatan pada penggunaan diksi “busuk”.
Tempo menjelaskan kepada Dewan Pers bahwa kata “busuk” memiliki dua arti, yaitu rusak dan berbau tidak sedap sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dewan Pers menilai penjelasan tersebut belum cukup dan meminta Tempo mengubah judul poster untuk berita
“Risiko Bulog Setelah Cetak Rekor Stok Beras Sepanjang Sejarah”. Pada 19 Juni 2025, Tempo menindaklanjuti dan menjalankan empat rekomendasi Dewan Pers.
Meski rekomendasi tersebut dipenuhi, Amran kemudian mengajukan gugatan perdata dan menuntut ganti rugi Rp200 miliar dengan dalih pemberitaan merugikan petani.
Dosen hukum acara perdata Universitas Andalas, Almaududi, menilai putusan sela tersebut sekaligus menjadi akhir sengketa di pengadilan. Ia menyebut majelis hakim menilai pengadilan tidak memiliki kompetensi absolut untuk mengadili gugatan tersebut karena sengketa pers wajib diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers.
“Ini sekaligus menjadi putusan akhir,” ujarnya. Ia menambahkan proses tidak berlanjut kecuali ada upaya hukum berupa banding atau kasasi. “Kalau tidak banding, putusan ini berkekuatan hukum tetap,” katanya.
Dalam eksepsi, tim hukum Tempo berargumen bahwa perkara tersebut merupakan sengketa pers yang tunduk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Tim juga menyampaikan bahwa penggugat belum menggunakan hak jawab, hak koreksi, atau pelaporan lanjutan ke Dewan Pers. Gugatan dinilai sebagai unjustified lawsuit against press melalui tuntutan ganti rugi Rp200 miliar.
Tim hukum Tempo juga menilai gugatan salah pihak karena berita dipublikasikan oleh Tempo.co di bawah PT Info Media Digital, bukan PT Tempo Inti Media Tbk.
Mereka berpendapat penggugat tidak memiliki legal standing karena pihak yang mengajukan pengaduan ke Dewan Pers adalah Wahyu Indarto, sementara berita yang disengketakan berisi aktivitas Bulog, bukan pribadi Menteri Pertanian.
Dalam putusan, hakim mengabulkan seluruh argumen Tempo yang menyatakan bahwa keberatan atas produk jurnalistik merupakan kewenangan Dewan Pers.
Koreksi pemberitaan dilakukan melalui PPPR dan hanya dapat berlanjut ke pengadilan umum jika Dewan Pers menyatakan media tidak menjalankan PPPR melalui pernyataan terbuka.
Hingga gugatan didaftarkan, Dewan Pers belum mengeluarkan pernyataan tersebut sehingga perkara dinilai belum selesai dalam mekanisme Dewan Pers.
Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasra, menyatakan putusan tersebut tepat karena sengketa pers memang selesai di Dewan Pers. “Tapi kemenangan atas upaya pembungkaman kebebasan pers,” ujarnya.
Direktur LBH Pers, Mustafa Layong, menilai putusan ini sebagai kemenangan publik.
“Kemenangan ini milik pers serta kita semua yang menghendaki kebebasan berpikir, berpendapat, dan mengakses informasi,” ucapnya. Ia menegaskan bahwa sengketa karya jurnalistik, termasuk PPPR, merupakan ranah Dewan Pers sebagaimana diatur Pasal 15 UU Pers.
Di sisi lain, Kementerian Pertanian menyatakan gugatan Amran telah sejalan dengan ketentuan UU Pers, yang mengizinkan penyelesaian hukum lanjutan setelah proses Dewan Pers. Kuasa hukum Kementerian, Chandra Muliawan, menegaskan pihaknya akan tetap mencari jalur pengadilan lain yang dianggap berwenang.
“Kami tidak sedang membela pribadi Mentan Amran. Yang kami bela adalah petani Indonesia agar tidak terus dikalahkan oleh stigma negatif atas hasil kerja keras mereka. Kami akan terus mencari keadilan sampai pintu terakhir pun kami ketuk,” ujarnya.












