Scroll untuk baca berita
Lingkungan

Menguak Perdagangan Sirip Hiu di Bone Bolango: Benarkah Praktik Ilegal?

Avatar of Randa Damaling
×

Menguak Perdagangan Sirip Hiu di Bone Bolango: Benarkah Praktik Ilegal?

Sebarkan artikel ini
Sirip Hiu di Gorontalo milik pelaku usaha bernama Tendean Engahu dilaporkan ke Lanal/Hibata.id
Sirip Hiu di Gorontalo milik pelaku usaha bernama Tendean Engahu dilaporkan ke Lanal/Hibata.id

Hibata.id – Awalnya, isu itu hanya beredar pelan di kalangan nelayan. Obrolan tentang aktivitas penjualan sirip hiu di Gorontalo yang diduga “nggak beres” mulai menjadi pembicaraan hangat.

Puncaknya terjadi pada 25 November 2025, ketika Aliansi Perikanan Provinsi Gorontalo resmi melayangkan laporan ke salah satu instansi.

Mereka membawa dokumen bernomor 02/LP-Pidana/11/2025, berisi dugaan adanya praktik perdagangan sirip hiu yang sudah berlangsung sejak 2023.

Laporannya tebal, lengkap dengan dasar hukum mulai dari UU No. 5/1990, UU No. 32/2009, sampai Keputusan Menteri KKP No. 18/2013 yang mencantumkan spesies hiu yang dilindungi.

Dalam laporan itu, aliansi menyampaikan kekhawatiran mereka. Mereka menilai ada aktivitas yang berpotensi melanggar izin dan bisa mengancam kelestarian laut Gorontalo.

Baca Juga:  Darurat Malaria di Pohuwato, Tapi PETI Seperti Badut yang Menari-nari

Lewat dokumen itu pula, mereka meminta tiga hal, penyelidikan, penghentian kegiatan bila terbukti melanggar, dan proses hukum sesuai aturan.

Isu ini langsung bikin penasaran. Benarkah ada praktik ilegal? Atau ada miskomunikasi di lapangan?

Sirip Hiu di Gorontalo milik pelaku usaha bernama Tendean Engahu dilaporkan ke Lanal/Hibata.id
Sirip Hiu di Gorontalo milik pelaku usaha bernama Tendean Engahu dilaporkan ke Lanal/Hibata.id

Untuk mencari jawaban, tim Hibata.id menemui pemilik UD Mikaila Indah, bernama Tendean Engahu, Jumat 5 Desember 2025. Di gudang sirip hiu, ia menerima awak media dengan tenang.

Menurut Tendean, usahanya justru beroperasi dengan izin lengkap dan pengawasan ketat.

Usaha itu memakai Surat Izin Penangkapan/Pengangkutan Jenis Ikan (SIBJI) yang berlaku lima tahun, dengan kuota yang dibagi dalam tiga periode setiap tahun.

Setiap pengiriman pun melalui prosedur yang ia sebut “berlapis-lapis”.

Baca Juga:  PDIP Peringati Hari Konservasi Alam Nasional dengan Seminar

“Setiap pengiriman wajib diverifikasi BPSPL, ditimbang, disegel, kemudian diterbitkan SAJI sebelum masuk karantina dan distribusi,” ujarnya.

Ia bahkan yakin praktik ilegal sangat sulit dilakukan karena keberangkatan barang selalu diawasi BPSPL, Karantina, hingga BKSDA.

Di tengah maraknya kabar simpang-siur soal “hiu dilindungi”, Tendean mencoba meluruskan. Ia menyebut bahwa hanya dua spesies yang benar-benar dilarang diperdagangkan: hiu paus dan hiu gergaji.

Sementara itu, hiu Carcharhinus falciformis atau lumbato masih boleh diperdagangkan sesuai kuota.

“Kalau ada yang mempertanyakan izin, kementerian minta langsung hubungi mereka. Semua pengiriman di cek dan disegel, kalau tidak sesuai pasti ditahan,” kata Tendean.

Baca Juga:  Balayo Kian Gersang, Aktivitas PETI Masih Marak Meski 7.500 Pohon Telah Ditanam

Ia berharap masyarakat bisa membedakan mana spesies yang dilindungi penuh dan mana yang masih legal untuk diperdagangkan.

Menurutnya, hal ini penting agar tidak muncul kesalahpahaman yang bisa merugikan banyak pihak, terutama nelayan.

Saat ini, laporan tersebut sudah masuk ke aparat penegak hukum. Proses selanjutnya menunggu tindak lanjut

Apakah benar ada praktik perdagangan sirip hiu yang menyalahi aturan? Atau isu ini muncul karena kurangnya informasi tentang perbedaan spesies dan izin?

Yang jelas, cerita ini belum berakhir. Babak lanjutan sedang disusun oleh aparat, dan publik menunggu kebenaran yang lebih terang.

 

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel