Hibata.id – Suasana aktivitas di Kantor Desa Labanu, Kabupaten Gorontalo, tetap berjalan seperti biasa pada Rabu (17/12/2025). Di tengah keterbatasan anggaran akibat belum cairnya Dana Desa tahap kedua, pemerintah desa berupaya memastikan layanan dasar kepada masyarakat tidak terhenti.
Kondisi tersebut menjadi perhatian Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo saat melakukan kunjungan kerja ke desa tersebut. Kunjungan ini sekaligus menjadi bagian dari pemantauan dampak penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025, yang berdampak langsung pada mekanisme pencairan Dana Desa di sejumlah wilayah.
Anggota Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo, Femy Udoki, mengatakan kunjungan itu bertujuan untuk melihat secara langsung desa-desa yang terdampak kebijakan tersebut, sekaligus mengevaluasi langkah yang diambil pemerintah desa dalam menyikapi tidak cairnya Dana Desa tahap kedua.
“Kunjungan kami hari ini masih terkait dengan edaran atau Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2025. Kami mengecek desa-desa yang terdampak PMK ini, atau desa-desa yang mampu mengatasi permasalahan Dana Desa tahap kedua yang tidak cair,” ujar Femy Udoki.
Di Desa Labanu, lanjut Femy, pemerintah desa dinilai mampu mengambil langkah adaptif tanpa melanggar ketentuan yang berlaku. Kebutuhan-kebutuhan mendasar masyarakat tetap diprioritaskan meskipun ruang fiskal desa menjadi terbatas.
“Alhamdulillah, untuk Desa Labanu, pembayaran gaji guru ngaji, imam, dan kader kesehatan bisa diatasi dengan memanfaatkan anggaran fisik yang tidak digunakan, dan hal tersebut dibolehkan dalam regulasi,” jelasnya.
Femy juga menyampaikan bahwa selama kunjungan berlangsung, pihaknya tidak menerima keluhan berarti dari aparat Desa Labanu. Namun, ia mengakui masih ada desa lain yang menyampaikan aspirasi serupa terkait dampak kebijakan PMK 81 Tahun 2025 terhadap Dana Desa.
Sementara itu, Umar Karim, anggota Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo, menuturkan bahwa pemerintah desa tetap mengelola anggaran dengan mengacu pada petunjuk dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten.
“Bahwa sisa dana earmark yang belum terealisasi digunakan untuk kebutuhan non-earmark. Contohnya, kegiatan ketahanan pangan yang tidak sempat direalisasikan dialihkan untuk menutupi kegiatan non-earmark, seperti pembangunan jalan desa berupa rabat beton sepanjang 200 meter,” ungkap Umar.
Ia menjelaskan, sejumlah kegiatan fisik yang telah direncanakan sebelumnya memang tidak sempat dilaksanakan. Namun, sebagian pekerjaan seperti rabat beton telah lebih dulu dikerjakan dan pembayarannya dilakukan dengan memanfaatkan dana earmark ketahanan pangan.
“Dana earmark ketahanan pangan tidak direalisasikan karena sudah digunakan untuk pembayaran kegiatan non-earmark, yakni pembangunan jalan rabat beton. Sementara itu, honor guru ngaji, imam masjid, dan kader kesehatan alhamdulillah sudah terbayarkan, yang diambil dari beberapa kegiatan fisik yang tidak dilaksanakan,” tambahnya.
Melalui kunjungan kerja tersebut, Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo berharap pemerintah desa tetap berhati-hati dan taat pada regulasi dalam pengelolaan Dana Desa. Di tengah kebijakan fiskal dari pemerintah pusat, desa dituntut tetap adaptif agar pelayanan kepada masyarakat tidak terhenti dan kebutuhan dasar warga tetap terpenuhi.












