Scroll untuk baca berita
Kabar

Aktivis Dibungkam, Aswad Lihawa: “Negara Ini Akan Hancur Jika Aktivis Mati”

×

Aktivis Dibungkam, Aswad Lihawa: “Negara Ini Akan Hancur Jika Aktivis Mati”

Sebarkan artikel ini
Aswad Lihawa, perwakilan Aliansi Pemuda Peduli Lingkungan (APPL), (Foto: Dok. Istw Hibata.id
Aswad Lihawa, perwakilan Aliansi Pemuda Peduli Lingkungan (APPL), (Foto: Dok. Istw Hibata.id

Hibata.id – Kekerasan terhadap aktivis di Gorontalo kian mengkhawatirkan. Di tengah semangat demokrasi yang seharusnya menjamin kebebasan berpendapat, justru muncul praktik pembungkaman yang brutal terhadap mereka yang bersuara menentang ketidakadilan.

Aktivis asal Pohuwato, Aswad Lihawa, menegaskan bahwa deretan kekerasan yang menimpa para aktivis lingkungan dan sosial bukan sekadar insiden terpisah. Ia menyebutnya sebagai bagian dari pola sistematis yang bertujuan membungkam suara-suara kritis, terutama mereka yang vokal dalam mengungkap praktik tambang ilegal dan pelanggaran hukum lainnya.

Scroll untuk baca berita

“Ini bukan peristiwa biasa. Ini adalah bentuk nyata dari pembungkaman,” kata Aswad kepada Hibata.id, Rabu (14/5/2025). “Kita sedang menghadapi ancaman terhadap hak dasar warga negara: kebebasan untuk bersuara,” sambungnya.

Baca Juga:  Kodim 1304 Gorontalo Gelar Apel Pasukan Hadapi Pilkada Serentak 2024

Ia menjelaskan bahwa sejumlah aktivis telah menjadi korban intimidasi, kekerasan fisik, hingga teror psikologis. Menurutnya, serangan ini bukan tindakan acak, tetapi upaya terorganisir dari pihak-pihak yang merasa terganggu oleh perjuangan para aktivis.

“Jika kekerasan terhadap aktivis dibiarkan, maka kita sedang menyaksikan kematian hukum secara perlahan,” ujarnya.

Aswad juga menyoroti pembentukan Satgas Anti-Premanisme oleh Polda Gorontalo. Ia mengingatkan bahwa keberadaan satgas ini harus dibuktikan melalui tindakan nyata, bukan sekadar menjadi simbol kosong.

“Satgas ini tidak boleh hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas. Ia harus menjadi benteng pelindung bagi rakyat, terutama bagi para aktivis yang selama ini berdiri di garis depan memperjuangkan keadilan,” tegasnya.

Baca Juga:  Mahasiswa di Kota Gorontalo Sulit Dapat Kos Murah, Harga Naik Dua Kali Lipat

Menurut Aswad, negara akan runtuh secara moral jika para aktivis—penjaga suara publik—dibungkam oleh kekuatan yang semestinya melindungi.

“Negara ini lahir dari perjuangan melawan ketidakadilan. Tapi hari ini, kita justru melihat kekerasan yang menyerupai wajah kolonialisme kembali hadir, menyasar para pejuang kebenaran yang seharusnya dilindungi,” katanya.

Ia menegaskan bahwa membiarkan kekerasan terhadap aktivis terus terjadi sama artinya dengan memberi ruang kepada para pelaku kejahatan untuk menginjak-injak konstitusi dan supremasi hukum.

“Jika aparat penegak hukum berpihak pada kekuasaan, bukan pada keadilan, maka mereka tak lagi layak disebut pelindung rakyat.”

Gelombang kekerasan terhadap aktivis, lanjut Aswad, merupakan sinyal bahaya bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Ia mempertanyakan komitmen negara dalam menjamin perlindungan terhadap hak-hak dasar warga negara.

Baca Juga:  “Hak-Hak Tradisional” dalam Konstitusi: Saatnya RUU Masyarakat Adat Disahkan

“Kebebasan berekspresi bukan sekadar hak, tapi fondasi negara hukum. Jika yang dibungkam adalah suara-suara kritis, maka yang runtuh bukan hanya demokrasi—tetapi martabat kemanusiaan.”

Aswad pun mengeluarkan seruan tegas: negara harus hadir, aparat harus berpihak pada hukum, bukan pada penguasa. Aktivis bukan musuh negara—mereka adalah penjaga nurani bangsa.

Kini, semua mata tertuju pada aparat kepolisian. Akankah mereka berpihak pada kebenaran dan keadilan? Ataukah mereka akan terus diam dan membiarkan kekerasan ini terus terjadi?

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600