Hibata.id — Hujan deras yang mengguyur Kecamatan Buntulia sejak Jumat dini hari (11/4/2025) kembali membawa kabar buruk bagi warga Dusun Kapali, Desa Hulawa. Derasnya aliran air yang meluap dari sungai setempat tak lagi bisa dibendung, merangsek masuk ke rumah-rumah warga saat sebagian besar dari mereka masih terlelap.
Air datang tiba-tiba. Dalam gelap dan diam yang mencekam, warga terbangun oleh suara gemuruh air yang mulai menenggelamkan lantai rumah. Ketinggian air bervariasi, namun semuanya cukup untuk membuat suasana jadi panik.
Kabar ini pertama kali merebak setelah seorang warga, Ryo Ibrahim, membagikan video kondisi banjir melalui akun Facebook miliknya. Dalam video yang viral itu, terlihat air sudah memasuki ruang-ruang utama rumah. Beberapa warganet menyebut suasana dalam video seperti adegan dari film bencana—sunyi, namun penuh ketegangan.
Namun bukan hanya rasa prihatin yang muncul. Gelombang komentar netizen justru mengarah pada satu hal yang lebih besar: krisis lingkungan yang tak kunjung diselesaikan. Seorang pengguna bernama Firman Abdullah menuliskan komentar penuh nada getir: “Sudah ada hasil dari penggundulan gunung/hutan. Kasiang, semoga cepat surut.”
Komentar ini langsung mendapat banyak dukungan dan dibagikan ulang oleh netizen lain. Kekecewaan pada kerusakan lingkungan, deforestasi, serta minimnya pengawasan terhadap alih fungsi lahan menjadi sorotan tajam masyarakat.
Tak sedikit pula yang menyampaikan sindiran. Salah satunya datang dari akun Jensu Draxler, yang menulis, “Harus dibangun tol air ini kalau memang sering banjir.” Sekilas terdengar seperti lelucon, namun komentar ini sejatinya menyindir pedas minimnya infrastruktur penanganan banjir di wilayah rawan seperti Desa Hulawa.
Lebih keras lagi, kritikan disampaikan oleh kreator lokal bernama Hulandalo. Dalam unggahannya, ia menyerukan kemarahan masyarakat atas ketidakpedulian sejumlah pihak:
“Di mana itu dorang yang ba koar-koar? Jangan urus terus urusan soal pertambangan ilegal lah, apa lah… Baru saat dorang pe egoisan itu jadi begini, deng bikin siksa masyarakat setempat… Dorang so kamana?”
Kemarahan publik ini bukan tanpa alasan. Dusun Kapali bukan kali ini saja diterjang banjir. Namun tahun demi tahun berlalu, dan masalah tetap sama: tidak ada langkah pencegahan jangka panjang yang berarti. Semua pihak seolah hanya bergerak ketika kamera dan mikrofon mulai menyala.
Hingga laporan ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Desa Hulawa, BPBD Pohuwato, maupun dari Pemerintah Kabupaten terkait jumlah rumah terdampak, estimasi kerugian, atau rencana evakuasi bagi warga di wilayah terdalam.
Tragedi di Kapali kali ini menjadi alarm keras bahwa banjir bukan sekadar urusan alam. Ini adalah akumulasi dari kebijakan yang abai, pengawasan yang longgar, dan pembangunan yang tak berpihak pada keberlanjutan. Jika tak segera diubah, maka setiap tetes hujan akan selalu membawa risiko, bukan harapan.