Hibata.id – Akibat intensitas hujan tinggi, sekitar perbatasan Kelurahan Buluri dan Watusampu, Kota Palu terdampak banjir pada, Sabtu (29/06/2024).
Banjir tersebut menyebabkan ruas jalan Palu-Donggala tertutup material berupa batu, kerikil dan lumpur. Pengguna jalan baik roda dua maupun roda empat sempat terganggu.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah (Sulteng) menduga, material yang menimbun ruas jalan itu berasal dari aktivitas pertambangan galian c.
Berdasarkan catatan BPJN Sulteng ada sebanyak 33 perusahaan tambang galian c yang menggunakan jalan nasional.
Baca juga: Barah Konflik di IHIP Berujung Kriminalisasi
Hal itu menyebabkan kerusakan pada ruas jalan Palu-Donggala dengan kategori parah, sisa material yang berserakan memicu debu di musim panas.
Wandi, Kampainer Walhi Sulteng mengatakan, sekitar 33 Izin pertambangan galian c dengan luas 546.01 hektar itu, sebagian besar telah beroperasi dengan membongkar pegunungan.
“Operasi itu dilakukan hanya berjarak 100 sampai 200 meter dari ruas jalan dan pemukiman,” kata Wandi melalui rilis yang diterima.
Wandi bilang, banjir yang terjadi di Buluri dan Watusampu akibat tidak ada lagi daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Baca juga: Tungku Smelter PT ITSS di Morowali Meledak Lagi, Walhi; Bukti Tidak ada Perbaikan
“Hampir sebagian besar pegunungan sudah di bongkar untuk pengerukan pasir dan batuan untuk pembangunan IKN di Kalimantan Timur,” ungkapnya
Walhi Sulteng mendesak Gubernur Sulteng dan Wali Kota Palu untuk serius menangani aktivitas pertambangan di sepanjang Palu Donggala.
“ini seperti ada pembiaran padahal keuntungan penjualan material sudah mencapai triliunan rupiah dan itu menjadi kebanggaan pemerintah,” ujarnya
“Apalagi Kota Palu telah meraih piala adipura terkait pengelolaan lingkungan,” Sambungnya
Selain banjir yang terjadi setiap musim hujan, debu galian c juga menyebabkan ada 2422 orang mengalami penyakit gangguan saluran pernapasan akut (ISPA).
Detailnya, yang mengidap ISPA tersebut diantaranya; anak 0-5 Tahun 140 orang, 5-9 Tahun 587 orang, dewasa 1365 orang dan Lansia 68 orang.
Tauhid, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng mengatakan, kegiatan pertambangan bersifat ekstraktivisme mengubah bentangan alam.
“Salah satu resiko dari pertambangan adalah bencana alam seperti banjir dan Longsor,” ujarnya.
Baca juga: Jatam Sulteng: Izin Tambang Nikel di Banggai Harus Ditinjau Kembali
Tauhid bilang, pada juni-juli 2024 banjir kerap terjadi beberapa wilayah Sulteng, dan hal itu membuktikan bahwa Sulteng sangat rentan terhadap bencana.
Menurutnya, perlu ada audit lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap aktivitas pertambangan dan menindak tegas perusahaan yang terbukti melakukan kegiatan ilegal.
“Dan perusahan yang terlihat dalam kegiatan harus ditutup. Ini bagian dari cara untuk memitigasi dampak dari bencana ekologis,” ujarnya
Ia tegaskan, jika pemerintah tidak serius mengurus aktivitas galian c di Pesisir Palu-Donggala, hal itu menjadi bom waktu bagi masyarakat yang tinggal di sekitar tambang.
“Bukan hari ini atau besok tapi dimasa yang akan datang akan ada bencana ekologis atau tragedi kemanusiaan lainya yang akan terjadi,” pungkasnya.