Hibata.id – Dua proyek pembangunan jalan desa yang berlokasi di Dusun Hiasan I, Desa Buntulia Barat, Kecamatan Duhiadaa, Kabupaten Pohuwato, yang selesai pada Desember 2024, kini tengah mendapat sorotan. Proyek yang dibiayai dengan anggaran sekitar 400 juta rupiah tersebut diduga ada penyalahgunaan dana.
Mantan anggota legislatif (Aleg) DPRD Pohuwato dari Partai Gerindra, Suryaharto Polumulo yang ang juga merupakan pengusul proyek jalan desa tersebut, menjelaskan kronologi proyek yang tidak selesai sesuai rencana. Ia bilang, proyek itu dikerjakan pada tahun 2024, namun ternyata tidak rampung seperti yang diharapkan
“Proyek pembangunan jalan desa yang ada di Desa Buntulia Barat, Dusun Hiasan Satu, Kecamatan Duhiadaa, menggunakan anggaran sekitar 400 juta rupiah. Namun, proyek ini tidak selesai sesuai rencana,” ujar Suryaharto Polumulo, kepada Hibata.id, pada Sabtu (15/2/2025).
Suryaharto menjelaskan bahwa meskipun semula Rahmat Ambo, Kepala PPK Dinas PU Kabupaten Pohuwato, menyerahkan dana proyek, ia hanya menerima sekitar 85 juta rupiah dari total anggaran yang ada. Proyek itu, kata dia, justru dikerjakan seorang bernama Aco, adik dari Rahmat Ambo.
“Rahmat Ambo menyerahkan dana proyek hanya sekitar 85 juta. Ternyata, dia secara diam-diam bekerja sama dengan adiknya, Aco, yang meminjamkan dana. Aco mulai mengerjakan proyek itu tanpa sepengetahuan saya,” jelas Suryaharto.
Karena desakan dari masyarakat, Suryaharto merasa terpaksa mengambil alih proyek yang mangkrak tersebut, meskipun proyek itu sebelumnya dikerjakan oleh perusahaan CV Rahma Jaya. Proyek ini adalah salah satu aspirasi yang pernah ia perjuangkan saat masih menjadi anggota DPRD Pohuwato.
“Saya terpaksa mengambil alih proyek ini karena desakan masyarakat. Saya pakai dana sendiri untuk melanjutkan pekerjaan tersebut. Selama pelaksanaannya, saya menghubungi Pak Rahmat. Dia sempat mengancam tidak akan ada pencairan dana 30 persen berikutnya tanpa alasan yang jelas,” kata Suryaharto.
Suryaharto juga mengungkapkan bahwa Rahmat kemudian meminjamkan uang sebesar 48 juta rupiah untuk melanjutkan proyek tersebut hingga selesai. Namun, setelah pencairan dana proyek mencapai 100 persen, Rahmat Ambo justru mengambil alih dana yang seharusnya menjadi hak Suryaharto.
“Setelah pencairan dana selesai, Rahmat mengambil alih dana tersebut, yang seharusnya menjadi hak saya karena saya yang melanjutkan proyek itu. Dia mengambil Rp 106 juta dari satu rekening,” jelasnya.
Selain masalah dana, Suryaharto juga menyoroti ketidakhadiran papan informasi di lokasi proyek. Padahal, papan proyek memiliki fungsi penting untuk memberikan transparansi terkait informasi proyek, seperti anggaran, waktu pelaksanaan, dan pihak yang bertanggung jawab. Tanpa papan proyek, masyarakat tidak dapat mengetahui perkembangan proyek yang sedang berjalan.
“Saya tidak tahu kenapa papan informasi tidak dipasang. Pak Rahmat bilang ke saya, ‘Ini sudah dekat-dekat SMO, nggak usah pasang.’ Papan proyek itu ada pada mereka, bukan pada saya. Sampai sekarang, saya tidak tahu di mana papan proyek itu,” tambahnya.
Suryaharto juga mengkritik kualitas material yang digunakan dalam proyek tersebut. Menurutnya, material yang digunakan tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan, khususnya mengenai ketebalan material yang tidak mencapai 30 cm, yang dianggapnya tidak memenuhi standar yang seharusnya.
“Material yang digunakan tidak sesuai. Ketebalannya tidak sampai 30 cm. Padahal, jika memang terdesak waktu, saya rasa ketebalan itu sudah cukup untuk pengerjaannya,” ungkapnya.