Sosial

Jejak Buruk Politisi hingga Pejabat pada Persoalan Sawit Pulubala

×

Jejak Buruk Politisi hingga Pejabat pada Persoalan Sawit Pulubala

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi Sawit/Hibata.id
Ilustrasi Sawit/Hibata.id

Hibata.id – Politisi hingga pejabat aktif Kabupaten Gorontalo (Kabgor) diduga turut terlibat langsung pada persoalan lahan atara masyarakat Kecamatan Pulubala dengan Perusahaan Sawit PT. Palma Serasih Grup.

Persoalan ini bermula saat tiga perusahaan milik PT. Palma Serasih Grup, yaitu PT. Tri Palma Nusantara, PT. Heksa Jaya Abadi, dan PT. Agro Palma Katulistiwa, mulai berinvestasi di Kabupaten Gorontalo sekitar 10 tahun lalu.

Investasi ini difokuskan pada sektor perkebunan sawit yang menarik perhatian pemerintah daerah. Karena itu, pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Gorontalo mengeluarkan izin lokasi untuk ketiga perusahaan tersebut dengan total area seluas 60 ribu hektare.

Dua tahun kemudian, perusahaan-perusahaan ini mendapatkan izin usaha perkebunan (IUP), yang memperkuat legalitas mereka dalam mengembangkan bisnis di wilayah tersebut.

Meskipun pada masa itu Bupati Gorontalo dijabat oleh Almarhum David Bobihoe Akib, proses penerbitan IUP tersebut tidak diyandatangani oleh yang bersangkutan, melainkan oleh seseorang yang saat ini sudah purna tugas.

Manajer Palma Grup, Agus Prabowo menuturkan, saat masuk di Kabupaten Gorontalo, pihaknya menerima informasi dari pemerintah bahwa sebagian besar tanah di pulubala tidak memiliki sertifikat ataupun alas hak.

“90 persen tanah itu tidak ada yang menguasai, atau dikuasai oleh negara,” kata Agus kepada awak media Senin 15 Oktober 2024.

Baca Juga:  Alasan Polisi Hapus 2 DPO Pelaku Dalam Kasus Vina Cirebon

Informasi yang diduga merupakan data dari BPN Kabupaten Gorontalo ini, berbeda dengan kenyataan dilapangan. Sebab, masyarakat mengaku telah mengelola tanah tersebut selama puluhan tahun. Bahkan sudah ada yang memiliki sertifikat yang diterbitkan oleh BPN sendiri.

Dugaan Surat Jual Beli Berkedok Kontrak

Diduga, untuk mengatasi persoalan ini, pada tahun 2013 hingga 2015, perusahaan membuat surat yang isinya mengalihkan hak pengelolaan lahan dari masyarakat ke perusahaan.

Agus Prabowo mengaku Format surat yang ditandatangani oleh masyarakat tersebut merupakan format yang diberikan oleh BPN.

“Surat yang ditandatangani masyarakat itu formatnya dari BPN,” ungkap Agus Prabowo.

Surat yang diberi Judul : Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah, tersebut berisi pernyataan masyarakat selaku pihak pertama dan perwakilan perusahaan yang waktu itu diwakili oleh Petrus Triyatno Wijoyo, sebagai pihak kedua.

Isi poin pertama, masyarakat mengakui bahwa tanah, termasuk tanaman yang tumbuh serta bangunan diatasnya, merupakan miliknya yang sah.

Poin kedua, masyarakat selaku pihak pertama setuju dan sepakat untuk menjual tanah tersebut ke pihak kedua, yakni perusahaan PT Tri Palma Nusantara. Surat ini juga diperkuat berisi dengan tiga pasal didalamnya.

Surat inilah yang kemudian ditandatangani oleh warga petani sawit Pulubala. Ironisnya, keterbatasan informasi yang diberikan, membuat seluruh petani sawit Pulubala mengira surat tersebut hanya “perjanjian kontrak” dengan pihak perusahaan sawit.

Baca Juga:  Marten Taha Bangga Jumlah Warga yang Beribadah di Ramadan Tahun Ini Meningkat

Salah satu warga yang menolak namanya untuk ditulis, mengaku selama 11 tahun ini dirinya yakin tanah tersebut hanya dikontrak, bukan dijual.

“Kata pihak perusahaan, hanya di Kontrak. Makanya kami mau. Sekarang katanya sudah jadi HGU,” ujarnya kepada awak media saat ditemui awak Oktober lalu.

Dengan surat tersebut ditandatangani masyarakat, BPN Kabupaten Gorontalo menerbitkan Hak Guna usaha (HGU) untuk tiga perusahaan tersebut pada tahun 2016.

Keterlibatan Pemerintah

Sebetulnya, surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah tersebut bukan hanya ditandatangani oleh masyarakat dan pihak perusahaan. Ada juga pemerintah yang ikut menandatangani.

Anehnya, dua nama pejabat pemerintah tersebut tidak pernah angkat bicara saat persoalan ini berpolemik. Padahal persoalan ini sudah berulangkali di bergulir di DPRD Kabupaten bahkan Provinsi Gorontalo.

“Sampai saat ini kami sudah tiga kali mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Kabupaten Gorontalo. Yang selalu bertemu kami itu Komisi 1. Ada juga BPN dan pihak perusahaan,” kata warga kecamatan Pulubala kepada awak media.

Sementara itu, Rizal, selaku Koordinator Sub Bagian Sengketa BPN Kabupaten Gorontalo menyatakan bahwa perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut mengenai pihak yang memberikan format dokumen yang ditandatangani oleh warga pada tahun 2014.

Baca Juga:  PT HIP Kriminalisasi Perempuan Pembela HAM di Buol

“Kita harus tahu dulu siapa yang memberikan format tersebut. Bisa jadi itu dilakukan oleh yang bersangkutan secara pribadi. Jika yang memberikan bukan berasal dari bidangnya, maka tidak bisa dikatakan itu dari kami,” ujar Rizal kepada awak media pada Rabu 16 Oktober 2024.

Rizal menjelaskan tidak ada format baku yang wajib digunakan, kecuali dokumen resmi yang memuat logo BPN.

“Kalau untuk format baku tidak ada, tapi kalau format resmi itu ada, yaitu yang ada logo BPN,” ujarnya. Berselang dua hari kemudian, Rizal menarik keterangannya tersebut.

Menurutnya, Surat pernyataan pelepasan hak tanah yang ditandatangani oleh masyarakat Pulubala bukan format resmi dari BPN Kabupaten Gorontalo.

“Format resmi tidak ada. Format baku yang biasa dipakai masyarakat ada,” kata Rizal saat menghubungi awak media, Jumat (18/10/2024).

Menurutnya, seharusnya saat penandatanganan surat itu masyarakat didampingi oleh Notaris/PPAT atau PPATS. “Lebih baik lagi jika pakai akta Notaris/PPAT atau PPATS camat,” lanjut Rizal.

Hingga berita ini diturunkan, awak media masih berusaha menghubungi mantan pejabat pemerintah saat itu yang diduga kuat mengetahui persoalan tersebut untuk dimintai keterangan terkait persoalan ini.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600