Hibata.id – Seorang Aktivis Gorontalo, Fahrul Wahidji mengkritik keras penanganan dugaan kasus proyek revitalisasi kawasan pusat perdagangan yang terletak di koridor Jalan MT. Haryono, Kota Gorontalo.
Proyek yang dibiayai melalui alokasi Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2022 ini memiliki anggaran yang cukup besar, yakni sekitar Rp29 miliar.
Namun, meskipun dana yang digelontorkan cukup signifikan, proyek tersebut kini terjerat dalam serangkaian masalah serius yang belum menunjukkan tanda-tanda penyelesaian.
Fahrul Wahidji, yang juga aktif dalam memperjuangkan transparansi anggaran publik, menilai bahwa kasus ini belum mendapatkan penanganan yang memadai dari aparat penegak hukum.
Menurutnya, meskipun kasus ini telah masuk dalam proses pemeriksaan oleh Kejaksaan Negeri Kota Gorontalo, perkembangan yang terjadi sangat minim dan tidak menunjukkan kemajuan yang signifikan.
“Penanganan kasus ini sangat lambat, padahal sudah banyak bukti yang menunjukkan bahwa proyek ini mengalami keterlambatan dan bahkan terhenti di tengah jalan (Mangkrak),” ujarnya dengan nada tegas.
Fahrul menambahkan bahwa salah satu indikasi kegagalan proyek tersebut adalah adanya sengketa antara dua perusahaan kontraktor yang seharusnya bertanggung jawab dalam pengerjaan proyek tersebut.
“Konflik antara kontraktor ini jelas memperburuk situasi. Sementara itu, di lapangan, proyek ini terbengkalai tanpa ada tanda-tanda akan dilanjutkan dalam waktu dekat,” tambahnya.
Fahrul juga menyatakan bahwa dirinya memiliki data yang cukup kuat terkait persoalan ini dan berencana untuk mengembangkan informasi tersebut melalui Apel Hukum (Aph) untuk mencari solusi yang lebih tepat.
Lebih lanjut, Fahrul menyoroti adanya dugaan keterlibatan pihak-pihak tertentu yang berpotensi menghalangi proses penegakan hukum.
Salah satu pemilik perusahaan yang terlibat dalam sengketa tersebut, kata Fahrul, adalah seorang anggota DPRD Kabupaten Bone Bolango.
Menurutnya, fakta ini semakin memperjelas adanya potensi konflik kepentingan yang bisa menghambat jalannya proses hukum.
“Oleh karena itu, kami mendesak agar Kejaksaan Negeri Kota Gorontalo tidak menutup mata terhadap kasus ini,” tegas Fahrul.
Selain itu, Fahrul juga mengungkapkan bahwa pihaknya berencana untuk memperluas laporan ini ke lembaga penegak hukum yang lebih tinggi, yakni Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kepolisian.
“Kami tidak akan tinggal diam. Jika Kejari Kota Gorontalo tidak dapat menyelesaikan kasus ini dengan transparan, kami akan menambah laporan untuk memprosesnya melalui delik umum,” ungkapnya.
Aktivis ini menekankan bahwa penegakan hukum yang tegas dan transparan sangat diperlukan agar proyek-proyek yang menggunakan dana publik dapat dipertanggungjawabkan secara jelas kepada masyarakat.
Kritikan Fahrul ini juga mengundang perhatian banyak pihak, terutama terkait dengan akuntabilitas penggunaan anggaran negara yang berasal dari Pemulihan Ekonomi Nasional.
Proyek yang dimaksud seharusnya menjadi salah satu upaya untuk mempercepat pemulihan ekonomi daerah setelah dampak pandemi, namun justru kini menjadi sorotan publik karena terkesan tidak ada kemajuan berarti dalam pelaksanaannya.
“Kami akan terus mengawal kasus ini agar tidak ada ruang untuk penyalahgunaan anggaran dan agar masyarakat mendapatkan kejelasan mengenai nasib proyek ini,” tutupnya.