Hibata.id – Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Gorontalo, Hamzah Muslimin, mengungkapkan keprihatinannya terhadap ketidaksesuaian antara peningkatan kasus HIV/AIDS di Provinsi Gorontalo dan penurunan anggaran pencegahan yang dialokasikan untuk penanganan penyakit menular ini.
Dalam rapat kerja dengan Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, Hamzah menyoroti bahwa meskipun kasus HIV/AIDS terus meningkat dari tahun ke tahun, anggaran untuk penanggulangan justru mengalami penurunan yang signifikan.
“Datanya kan kita lihat sendiri, dari tahun 2021, 2022, 2023 itu naik. Justru, karena ini naik, yang kita heran perdanya sudah ada kemudian anggaran malah turun. Jadi ini kan tidak sinkron,” ujar Hamzah usai rapat pada Senin (11/11/2024).
Hamzah menambahkan bahwa, peningkatan jumlah kasus yang cukup signifikan antara 2023 dan 2024 menunjukkan bahwa penurunan anggaran bisa berdampak negatif pada upaya penanggulangan HIV/AIDS di Provinsi Gorontalo.
“Kasus naik, ini kan kejadian yang luar biasa ini, kasus naik malah anggaran nya turun dan kelihatan, ketika anggaran nya turun, itu lonjakannya luar biasa dari 2023-2024 itu besar sekali,” kata Hamzah.
Dari data yang dihimpun oleh Dinas Kesehatan, diketahui bahwa Kabupaten Pohuwato dan Kota Gorontalo menjadi dua daerah dengan jumlah kasus HIV/AIDS terbanyak.
Penularan HIV/AIDS, menurut Hamzah, sebagian besar terjadi melalui praktik hubungan seks sesama jenis (LGBT), yang harus menjadi perhatian serius dalam penanganannya.
Menurut Hamzah, penting untuk ada kerjasama lebih intensif antara pemerintah dan masyarakat, terutama dalam memberikan pemahaman tentang LGBT, agar upaya pencegahan dapat berjalan efektif.
“Kasus aids paling banyak ada di Kabupaten Pohuwato, kemudian kota Gorontalo, dan ini semua kalangan sudah masuk mulai dari wirausaha, mahasiswa, petani,” jelas Hamzah.
“Penularannya lewat LGBT. Makanya itu jadi bahan yang harus diseriusi antara pemerintah, untuk penanganan LGBT itu dia tadi. Makanya kita koordinasi dengan dinas kesehatan, harus banyak komunikasi dan pemahaman tentang LGBT ini,” lanjutnya.
Sementara itu, Plt. Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, Afriyani Katili, mengungkapkan bahwa pihaknya aktif melakukan skrining dan pelacakan kasus HIV/AIDS untuk mendeteksi sejak dini penyebaran penyakit ini.
“Mencari tahu ada kasus-kasus yang baru. Makanya jumlahnya tinggi kan, karena aktifnya melakukan pencarian atau pelacakan kasus baru atau skrining kasus,” jelas Afriyani.
Dinas Kesehatan juga mencatat bahwa hingga September 2024, Kota Gorontalo memiliki jumlah peserta skrining HIV tertinggi dengan 49.841 orang, diikuti oleh Gorontalo Utara (2.411 orang) dan Boalemo (2.459 orang).
Sementara itu, total penerima pengobatan HIV mencapai 281 orang, dengan Kota Gorontalo menjadi wilayah dengan jumlah tertinggi, yakni 137 orang.
Afriyani juga menambahkan bahwa Dinas Kesehatan mengharapkan adanya peningkatan anggaran untuk kegiatan pencegahan HIV/AIDS pada tahun 2025.
“Jangan sampai kasus HIV/AIDS justru bertambah di tahun depan. Jadi memang tahun ini karena keterbatasan penganggaran, sehingga realisasinya sudah selesai tapi didukung masih disupport oleh anggaran-anggaran dari lainnya. Jadi, tahun depan diminta untuk anggaran kegiatan pencegahan hiv aids itu agar ditingkatkan,” ungkap Afriyani.
Komisi IV DPRD Provinsi Gorontalo pun mendukung usulan tersebut, mengingat pentingnya anggaran yang cukup untuk kegiatan preventif dan pengobatan bagi penderita HIV/AIDS.
“Kita tidak ingin kasus HIV/AIDS justru bertambah di tahun depan. Oleh karena itu, anggaran untuk pencegahan harus lebih besar, agar langkah-langkah preventif dapat lebih maksimal,” tegas Hamzah.
Dengan adanya perhatian lebih terhadap anggaran dan kerjasama antar instansi, diharapkan penanggulangan HIV/AIDS di Gorontalo dapat lebih efektif dan jumlah kasus dapat menurun di tahun-tahun mendatang.