Hibata.id – Kasus pemukulan terhadap aktivis di Provinsi Gorontalo kembali terjadi. Ini merupakan kali keempat dalam rentang waktu yang belum lama, menunjukkan bahwa aksi teror dan kekerasan terhadap para aktivis kian marak.
Kali ini, korbannya adalah Syawal Hamjati, mantan Wakil Presiden Mahasiswa IAIN Gorontalo, yang diserang oleh orang tak dikenal (OTK). Pelaku penyerangan berjumlah dua orang dan menggunakan sepeda motor jenis Beat Street.
Situasi ini menandakan bahwa ruang kebebasan untuk menyampaikan kritik, serta ruang aman bagi para aktivis yang vokal, mulai terancam. Satu per satu aktivis mengalami teror, dan hingga kini belum terlihat penanganan tegas dari aparat penegak hukum.
Aktivis muda Gorontalo, Fadli, mengecam keras tindakan premanisme terhadap para aktivis lingkungan tersebut. Dirinya juga mempertanyakan fungsi dari Satuan Tugas (Satgat) Anti- Premanisme yang sudah dibuat oleh Polda Gorontalo.
“Apa fungsi dari Satgas Anti-Premanisme? Fakta di lapangan menunjukkan para aktivis diteror dan dianiaya oleh orang tak dikenal. Ruang aman bagi kami sebagai aktivis di Provinsi Gorontalo sudah tidak ada lagi,” kata Fadli, kepada Hibata.id, pada Jumat (16/5/2025).
Fadli juga menyoroti kepemimpinan Kapolda Gorontalo yang dinilainya tidak menunjukkan keberpihakan terhadap kebenaran, atau seperti tutup mata dengan kejadian ini. Menurutnya, Kapolda Gorontalo seolah-olah tidak memiliki kekuatan untuk menyikapi masalah ini.
“Apakah harus ada aksi besar-besaran, melibatkan solidaritas aktivis se-Gorontalo menduduki Mapolda, baru Kapolda mau bergerak? Kalau tidak mampu menciptakan ruang aman bagi masyarakat, lebih baik mundur dari jabatannya,” lanjutnya.
Terkait motif kekerasan yang terjadi, Fadli menyatakan bahwa ini diduga kuat berkaitan dengan aktivitas para aktivis yang gencar menyuarakan isu lingkungan, terutama terkait pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Gorontalo, termasuk di Pohuwato.
“Saya pribadi menduga keras bahwa ini ada kaitannya dengan mafia tambang ilegal di Provinsi Gorontalo. Bahkan besar kemungkinan ada hubungan dengan kelompok yang belakangan ini sering disebut, yakni Tim Joker,” tutup Fadli.
Aksi kekerasan ini harus segera ditindaklanjuti secara serius oleh Polda Gorontalo. Aparat tidak boleh diam atau memberi kesan pembiaran. Bila dibiarkan, tidak hanya hukum yang dilecehkan, tapi juga demokrasi dan hak asasi manusia di Gorontalo yang sedang dipertaruhkan.