Hibata.id – Ketua Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo (Deprov), Mikson Yapanto, akhirnya angkat bicara terkait dugaan keberadaan tambang ilegal di wilayah perkampungan Bone Bolango.
Penegasan itu disampaikan setelah Komisi II meninjau langsung lokasi pengolahan tambang di perkampungan di Suwawa, 26 November 2025.
Mikson menegaskan, seluruh aktivitas pertambangan yang menggunakan merkuri, sianida, dan bahan kimia berbahaya lainnya tidak bisa ditoleransi karena dapat mengancam keselamatan manusia.
“Apa pun bentuk kegiatan pertambangan, jika memakai bahan yang membahayakan kehidupan manusia, maka itu dilarang,” tegasnya.
Ia menyebut perlu pembedaan yang jelas antara penambang rakyat tradisional dengan penambang yang menggunakan alat berat dan bahan kimia berbahaya.
Berdasarkan hasil peninjauan, Komisi II menemukan indikasi penggunaan merkuri dan sianida dalam proses pengolahan emas di perkampungan tersebut.
“Temuan ini harus menjadi perhatian semua pihak, termasuk aparat penegak hukum dan instansi terkait. Kemungkinan besar menjadi bagian rekomendasi pansus,” imbuhnya.
Mikson juga menyoroti lokasi aktivitas tambang yang berada dekat aliran Sungai Bone. Sumber air konsumsi dua daerah, yakni Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo.
“Air itu juga kami konsumsi, karena itu keselamatan masyarakat harus diprioritaskan,” ujarnya.
Terkait rekomendasi pansus, Mikson memastikan arah penindakan tetap berpihak kepada penambang tradisional yang tidak menggunakan bahan kimia berbahaya.
LP3G: Penambang Tradisional Tidak Pernah Gunakan Merkuri

Ketua LP3G, Deno Djrai, menegaskan bahwa penambang rakyat tradisional sejak dulu hanya melakukan proses mendulang tanpa menggunakan merkuri maupun sianida.
“Banyak aspirasi masyarakat meminta pengecekan aktivitas pengolahan berbahan kimia. Kalau tradisional, mereka hanya mendulang, bukan menggunakan zat berbahaya,” ujarnya.
Deno menjelaskan, aktivitas pengolahan hasil tambang di Bone Bolango kini bergeser ke wilayah permukiman di tiga kecamatan dan berada dekat Daerah Aliran Sungai (DAS) Bone, sehingga rawan mencemari lingkungan.
Ia juga menyebut Kementerian SDM telah menetapkan 11 titik Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di Bone Bolango sebagai solusi. Namun aktivitas masih belum dapat berlangsung sebelum izin IPR diterbitkan.
“Pengolahan yang tidak memiliki izin harus ditertibkan agar mereka dapat menjadi penambang legal,” kata Deno.
Harapan LP3G untuk Komisi II
LP3G berharap pansus memasukkan rekomendasi tegas berkaitan dengan persoalan pertambangan, tanpa menimbulkan kesan menyudutkan pihak tertentu.
“Isu PETI ini sensitif. Data di LP3G sudah 85 persen lengkap, siapa pelaku pengolahan, lokasi, dan semua informasinya. Data itu sudah saya konsultasikan dengan Satgas,” tambahnya.
Deno menegaskan, keberadaan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) saat ini tidak main-main dalam menindak pelanggaran, namun penyelesaian persoalan tambang di Bone Bolango tetap harus melalui jalur penetapan WPR dan penerbitan IPR.












