Oleh: Budi Nurgianto – Jurnalis – Penikmat Isu Sosial dan Demokrasi
Setiap kali membaca tulisan Bang Funco Tanipu– tentang politik Gorontalo, saya merasa seperti diajak untuk bisa memahami politik Gorontalo dari aspek sosiologis politik, yaitu sebuah pendekatan membaca politik dengan menghubungkan struktur sosial dan tingkah laku pelaku politik. Pendekatan yang biasanya membantu untuk memahami bagaimana individu dan kelompok sosial terlibat dalam proses politik.
Tulisan Bang Funco benar-benar menarik dibaca dan terlihat mampu memberikan perspektif baru tentang politik lokal Gorontalo dan bagaimana berprosesnya berlangsung. Saya sangat menikmati dan mungkin satu dari sekian banyak orang yang membaca tulisannya disela-sela waktu kosong.
Berbicara politik di Gorontalo, semua tahu bila prosesnya tak bisa lepas dari bagaimana membentuk kepemimpinan lokal dengan basis nilai kultural yang kuat. Politik Gorontalo berjalan dan berproses tidak semata-mata hanya tentang kekuasaan, namun lebih dari itu– dalam banyak hal, selalu dikaitkan selalu dikaitkan dengan praktek menyaring orang-orang baik memimpin daerah.
Prosesnya didorong pada penguatan kepemimpinan politik penggerak pembangunan daerah. Diarahkan untuk mengedepankan gagasan berbasis nilai kultural. Politik Gorontalo-meminjam istilah bang Funco- adalah merupakan aktivitas yang menghibur, menyenangkan, mempesona, dan satu sisi menghanyutkan. Terkadang ada ruang ruang yang mewah dan istimewa.
Orang Gorontalo sebenarnya memaknai proses politik –seperti pemilihan Gubernur– sebagai ajang pertarungan kepentingan berbasiskan gagasan. Ada nilai masa depan depan yang diyakini. Tak sedikit yang mengartikannya sebagai sarana menguatkan mutu kepemimpinan daerah yang lebih peduli kepentingan rakyat. Aktivitasnya berkaitan dengan pembangunan peradaban, pendidikan karakter, perayaan gagasan dan pembelaan hak rakyat. Bisa dikatakan pemahaman orang Gorontalo soal politik adalah politik kepemimpinan.
Politik kepemimpinan sendiri merupakan satu praktik politik yang prosesnya tidak sekedar bicara soal kepentingan semata, namun ada pengetahuan dan keterampilan. Politik kepemimpinan adalah tentang empati, visi, integritas dan biasanya berlangsung yang menurut Andrew Heywood dipahami sebagai pola perilaku, kualitas personal, dan nilai politik.
Lebih dari tiga dasawarsa, kontestasi politik di Gorontalo telah memberikan pelajaran bagi orang Gorontalo bagaimana memahami kepentingan politik berproses. Politik Gorontalo telah memberikan banyak catatan sejarah yang bisa dilihat oleh orang Gorontalo sendiri. Tak sedikit pemimpin-pemimpin besar daerah ini lahir dari rahim politik Gorontalo.
Sebagian dari mereka bahkan mampu menoreh catatan hebat. Bisa menggagas praktik cerdas dan melahirkan pikiran dasar ekonomi daerah, membangun contoh keharmonisan kepemimpinan dan penyambung kepentingan daerah. Mereka yang lahir dari rahim politik Gorontalo terlihat dapat menjadi pemimpin yang keluar dari peran politiknya dan memperlihatkan dirinya secara terbuka, dan masyarakat Gorontalo menyukai itu.
Dalam banyak literatur, orang Gorontalo sudah dikenal sebagai entitas sosial yang menyukai tokoh politik dengan karakter kepemimpinan kuat berbasiskan nilai kultural. Orang Gorontalo percaya pada pemimpin yang lahir dari proses politik kuat berbasis nilai kultural itu, akan mampu memanfaatkan sumber-sumber umum peradaban dan simpanan kebijaksanaan sehingga bisa membawa kekuatan kolektif di masa-masa sulit.
Bagi orang Gorontalo, pemimpin yang lahir dari kontestasi politik gagasan berbasis nilai kultural dipercaya bisa mendorong perpaduan pesona dan kejujuran sehingga bisa membuat penilaian baik bagi kepentingan masyarakat. Pemimpin yang lahir dari proses seperti itu diyakini akan mampu menggerakan optimisme dan menolak narasi pesimisme, dan orang Gorontalo percaya menaruh harapan pada politik adalah gagasan politik yang bisa memperjuangkan terwujudnya kesejahteraan (welfare).
Pada kontestasi politik –seperti pemilihan Gubernur Gorontalo tahun ini–, terlihat ada satu ruang kerinduan orang Gorontalo terhadap pemimpin baik, yang bisa membawa Gorontalo pada kemakmuran dan keluar dari jurang kebodohan. Menciptakan pemerintahan bersih dan bebas dari korupsi, dan tentu saja bisa bersikap rendah hati, dapat menanggung penderitaannya sendiri dan tidak sekadar hadir bersama orang lain sebagai seorang penderita.
Orang Gorontalo benar-benar mendambakan “orang baik” maju menjadi pemimpin daerah sehingga bisa mendorong agenda perubahan khususnya dalam hal pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Dilain sisi mampu mengungkapkan bagian hidup yang utuh, mengaktualisasikan diri, mengoptimalkan kepintaran dan kebenaran untuk mendengar suara rakyat.
Pemilihan gubernur Gorontalo tahun ini tentu akan dipandang sebagai cara yang apik untuk menyaring orang-orang baik memimpin daerah. Proses politiknya tentu dijadikan sebagai sarana mengekspresikan hak politik rakyat Gorontalo. Bisa dimanfaatkan sebagai kesempatan memilih para pemimpin yang akan mewakili kepentingan rakyat. Menjadi alat untuk melihat rekam jejak figur kandidat dan partai politik yang berpotensi memenangi pertarungan.
Meski secara matematika, peta politik bisa berubah kapan saja, namun kecenderungan mendorong orang baik memimpin terlihat masih ada pada orang Gorontalo. Wajah politik Gorontalo masih cenderung bisa memperlihatkan suara-suara “mencari orang baik untuk memimpin Gorontalo”, dan tahun ini akan menjadi pembuktiannya. (***)